Sunday, May 24, 2009

Musim 2008/2009; Saatnya Para Juara Kepagian!

Tulisan ini sebenarnya dipublikasikan pada tanggal 23 Mei 2009 di blog Blogspot saya yang lama. Blog tersebut kini sudah lenyap bersama dengan dihapusnya blog lama saya tersebut, dan tulisan ini adalah satu dari sedikit tulisan di sana yang masih terselamatkan. Namun demi alasan romantisme, maka saya tetap menggunakan tanggal tersebut sebagai tanggal posting di blog recovery saya ini. For the sake of more nostalgic feelings...



*********



(Tulisan ini hanyalah analisa sederhana dari saya, Muhammad Rizqi, yang dibuat pada tanggal 23 Mei 2009, saat beberapa kompetisi masih berlangsung)

Tanpa terasa musim 2008/2009 udah hampir berakhir. Di beberapa negara, liga bahkan sudah "usai" sebelum waktunya karena sudah ada tim yang mengunci gelar juara. Beberapa yang akan dibahas di sini adalah sebagian kompetisi elit eropa yang sudah memiliki juara sebelum musim ini berakhir, yaitu AZ Alkmaar di Eredivisie Belanda, Internazionale Milano pada Serie A Italia, Manchester United di Premier League Inggris, dan Barcelona pada Primera Division Spanyol. Sedangkan 2 liga lainnya, Prancis dan Jerman masih sengit menentukan juaranya. Ligue 1 Prancis masih menyisakan Marseille dan Bordeaux yang bersaing dalam dua pekan tersisa dengan selisih 3 poin untuk keunggulan Bordeaux. Bundesliga Jerman belakangan sudah dijuarai Wolfsburg yang berhasil menyingkirkan Bayern dan Stuttgart di pekan terakhir. Kedua yang disebut terakhir tidak akan dibahas karena tidak melahirkan juara kepagian. Sebagai pelengkap, tidak lupa juga saya mencantumkan liga negeri sendiri, Indonesian Super League.


AZ ALKMAAR


Photograph: Ed Oudenaarden/AFP/Getty Images 


Kiprah Az Alkmaar musim ini benar-benar luar biasa dan jauh melebihi perkiraan para pengamat sepak bola. Sebelum musim ini dimulai, siapa yang bakal menyangka AZ bisa menjadi juara. Memang, pada musim 2006/2007 tim yang bermarkas di Alkmaarderhout atau DSB Stadium ini sempat mengancam dominasi De Grote Drie (sebutan bagi tiga tim terbesar Eredivisie yaitu Ajax Amsterdam, PSV Eindhoven, dan Feyenoord Rotterdam) yang selalu mendominasi di Eredivisie. AZ bahkan sempat memimpin dari Ajax dan PSV ketika liga tinggal menyisakan satu pertandingan sebelum akhirnya mereka kalah tragis dari tim papan bawah, Excelsior Rotterdam, pada pekan terakhir setelah bermain dengan 10 orang selama 80 menit. Kegagalan musim 2006/2007 semakin lengkap setelah mereka disingkirkan 2 kali oleh Ajax, masing-masing di final KNVB Cup dan di pertandingan playoff tiket Liga Champions. 

Setelah kegagalan tersebut, AZ ditinggalkan sejumlah pemain intinya seperti Shota Arveladze, Tim De Cler, dan Danny Koevermans. Kehilangan sejumlah pemain kuncinya, AZ menjalani musim yang buruk pada 2007/2008. Mereka langsung tumbang pada putaran pertama KNVB Cup dan hanya mampu finish pada posisi 11. Kondisi ini membuat pelatih Louis van Gaal sempat berniat mundur dari tim yang sudah diarsitekinya sejak 2005 ini. Namun berkat usaha dari para pemain dan tindakan cepat dari pemilik klub Dirk Scheringa, van Gaal memutuskan tetap bertahan untuk menangani AZ di musim 2008/2009.

Ternyata, performa AZ di awal musim sangat mengecewakan. Di laga perdana mereka takluk di kandang sendiri dari NAC Breda. Pekan kedua lebih parah lagi, mereka dicukur ADO Den Haag tiga gol tanpa balas di kandang lawan. Situasi ini sempat memunculkan isu bahwa van Gaal akan benar-benar dipecat. namun AZ berhasil bangkit dan meraih 5 kemenangan beruntun sebelum akhirnya berhasil ditahan imbang 3-3 oleh Heerenveen di awal November. Namun AZ masih terus konsisten mempertahankan rekor tak pernah kalah selama 28 pertandingan! Tim yang berhasil membuat AZ menelan kekalahan adalah Vitesse Arnhem dengan skor 2-1 pada pertengahan April.

Selain itu, AZ juga membukukan catatan luar biasa dengan mencatatkan cleansheet selama 995 menit sejak November 2008 sampai Februari 2009 saat gawang mereka dibobol oleh Said Boutahar dari Willem Tillburg. Catatan ini tidak lepas dari kegemilangan kiper muda asal Argentina, Sergio Romero. Romero sendiri sempat menghilang dari skuad AZ sejak awal Maret sampai akhir musim karena cedera tangan yang konyol. Romero meninju tembok ruang ganti dengan tangan kanannya karena kesal atas kekalahan AZ dari NAC Breda di ajang KNVB Cup. Sialnya, pukulan itu menyebabkan jari tangannya retak dan harus absen lama. Posisinya digantikan kiper penuh pengalaman asal Australia, Joey Didulica.

Performa AZ yang luar biasa semakin tidak terbendung oleh tim-tim lainnya. Tinggal menunggu waktu sebelum gelar juara dikunci pada pekan ke 31. AZ dipastikan juara setelah pesaing terdekatnya sama-sama menelan kekalahan. Ajax Amsterdam yang menduduki peringkat ketiga dibantai musuh bebuyutannya, PSV Eindhoven dengan skor telak 2-6. Disaat yang sama Twente Enschede juga takluk dari Feyenoord Rotterdam 0-1. Ini adalah gelar juara liga kedua bagi AZ sejak 1980/1981. Uniknya, sejak musim 1980/1981 sampai 2007/2008, gelar juara selalu dikuasai De Grote Drie. Musim ini AZ mengakhiri dominasi yang direbut dari mereka. Selain itu, AZ Alkmaar juga menempatkan striker mereka asal Maroko, Mounir El Hamdaoui di puncak daftar pencetak gol dengan torehan 23 gol.

"Ini adalah pencapaian yang luar biasa. Ajax, PSV, dan Feyenoord memiliki uang yang lebih banyak daripada kami. Namun kami bisa melakukannya dengan pemain yang memiliki niat sepenuh hati" Kata van Gaal yang dilansir oleh Guardian. Sebagai perbandingan, budget yang disediakan oleh Scheringa musim ini hanya 3,6 juta euro untuk membeli pemain. Sangat kontras dengan Ajax Amsterdam yang mengeluarkan lebih dari 16 juta euro hanya untuk memboyong bintang Heerenven, Miralem Sulejmani. Bahkan diantara 18 kontestan Eredivisie, total gaji seluruh pemain AZ termasuk yang paling rendah, yaitu di urutan 13. Namun rendahnya pengeluaran ternyata mampu mengantarkan AZ ke tangga juara.

Kunci sukses dibalik sukses AZ ini adalah organisasi yang baik dalam struktur klub maupun permainan. Racikan pelatih sekelas Louis van Gaal yang sudah pernah melalang buana ke Barcelona dan Ajax tentunya sangat berpengaruh. Pola pertahanan AZ paling sulit ditembus di Eredivisie (kemasukan hanya 22 gol) berkat kerja keras dari Kew Jaliens, Gill Sweerts, Niklas Moisander, dan Sebastien Pocognoli yang melindungi gawang Sergio Romero. Lini tengah mereka diisi Stijn Schaars dan dinamo baru der oranje, Demy De Zeeuw yang merupakan petarung di lini tengah dikombinasikan dengan kreativitas dari David Mendes Da Silva. Belum lagi eksplosivitas dari Maarten Martens di lini kedua yang telah membukukan 7 gol musim ini. Lini depan mereka sangat berbahaya dengan adanya Mounir El Hamdaoui, top scorer musim ini. sebagai pendampingnya, Ari, Moussa Dembele, dan Graziano Pelle sama-sama efektif sebagai penyelesai umpan.

Patut ditunggi kiprah AZ Alkmaar, bersama Twente Enschede, di Liga Champions musim depan. Mereka harus membuktikan bahwa wakil Eredivisie tidak bisa dipandang sebelah mata. Apalagi selama ini Eredivisie yang setidaknya selalu mengirim salah satu dari De Grote Drie ke Liga Champions seolah cuma menjadi pelengkap dan tidak pernah lagi berprestasi sejak era Ajax Amsterdam pada tahun 1995. Dengan hengkangnya Louis van Gaal ke Bayern Munchen, patut dilihat apakah Ronald Koeman yang ditunjuk sebagai pengganti mampu berbuat sama baiknya. Koeman juga harus membuktikan bahwa gaya kepelatihannya yang sangat ekstrim dan menimbulkan keretakan tim saat dia menukangi Valencia tidak akan terjadi lagi di AZ Alkmaar.

Internazionale Milan


  
Sebelum musim ini dimulai, Inter Milan sepertinya sudah didaulat sebagai juara. Rival-rivalnya seperti AC Milan, Juventus, dan AS Roma diprediksikan hanya sempat "mengganggu" tanpa bisa merebut gelar dari Inter. Terbukti memang, AC Milan yang semakin menua tampil belepotan di awal musim dan baru menemukan bentuk permainan terbaik di akhir musim. Juventus diganggu cedera sepanjang musim dan belum bisa bengkit sepenuhnya setelah calciopoli hanya sempat tancap gas di awal musim dan benar-benar kehabisan bensin menjelang akhir kompetisi. AS Roma masih belum bisa menghilangkan ketergantungan kepada Francesco Totti dan acapkali tampil angin-anginan. Walhasil, Inter dengan konsistensinya menduduki peringkat 1 hampir sepanjang musim dan mengunci gelar juara pada pekan ke 36. Ini adalah gelar ke 17 bagi Inter, menyamai pencapaian rival sekota mereka, AC Milan.

Di Serie A musim ini mereka benar-benar superior. Saat mengunci gelar pada pekan ke 36, mereka memimpin 10 poin dari AC Milan di peringkat kedua. Sepanjang musim mereka cuma bisa kalah 3 kali oleh AC Milan, Atalanta, dan Napoli. Mereka juga menjadi tim dengan pertahanan terbaik, hanya kebobolan 27 gol. Striker mereka, megabintang asal swedia, Zlatan Ibrahimovic bertengger di peringkat dua capocannonieri, tertinggal satu gol dari bomber Bologna, Marco Di Vaio. Inter benar-benar menjadi raja di Serie A musim ini, solid dan sangat sulit dihentikan.

Penampilan menggila musim ini tak lepas juga dari tangan dingin pelatih Jose Mourinho. Mourinho yang saat berkiprah di Inggris dijuluki "The Special One" memang tidak mengalami masa terbaiknya di Italia, dimana pers masih tidak seliberal Inggris untuk membiarkan psywar antar pelatih berseliweran. Di Inggris, mencaci Arsene Wenger, mengkritik Rafa Benitez atau menghujat Sir Alex Ferguson akan membuat Mourinho menjadi media darling dan pusat perhatian. Sedangkan di Italia, perang urat syarafnya dengan Claudio Ranieri dan Carlo Ancelotti--yang keduanya adalah pelatih asli Italia--telah menimbulkan stigma buruk bagi Mourinho, bahkan dia dihujat dan dikritik oleh media Italia akibat perangainya. Namun hal itu tidak terlalu banyak berpengaruh pada kemampuan melatihnya. Membawa gerbong pelatih Portugal berisi Rui Faria (pelatih fisik), Silvino Louro (pelatih kiper), dan Andre Villas Boas (asisten teknik), Mourinho membuktikan bahwa dia mampu membuat Inter mencicipi superioritas yang lama sudah tidak mereka rasakan.

Racikan Mourinho dipuji publik Italia lebih memiliki improvisasi dan memiliki pergerakan yang lebih dinamis daripada skuad Inter di bawah Roberto Mancini, walaupun sama-sama meraih scudetto. Julio Cesar harus diakui masih menjadi salah satu yang terbaik di bawah mistar dan membuat pertahanan Inter kuat walaupun Inter tidak memliki bek tengah yang tangguh. Ivan Cordoba dan Walter Samuel telah melewati masa keemasan mereka, Nicolas Burdisso dan Christian Chivu masih mencari penampilan terbaik mereka, sedangkan Marco Materazzi hanyalah pemain emosional dan kasar namun beruntung bisa bermain di klub besar seperti Inter. Namun berkat kecerdikan Mourinho, pertahanan tersebut menjadi yang terbaik di Italia.

Lini tengah merupakan kekuatan utama Inter. Kehadiran Esteban Cambiasso yang begitu elegan dalam membantu pertahanan namun juga efektif dalam menyerang adalah nyawa bagi Inter. Javier Zanetti, living legend bagi Nerazzuri, yang sering dipasang Mourinho sebagai defensive midfielder juga terbukti membuat lini tengah semakin kokoh. Sementara Dejan Stankovic yang sempat dipinggirkan di awal musim mampu membangun serangan dengan baik bersama Sulley Ali Muntari, jendral lapangan tengah timnas Ghana. Sedangkan lini depan yang sering diisi Zlatan dan pemuda Italia berdarah Ghana, Mario Balotelli Barwuah yang siap meledak di saat dibutuhkan. Cadangan yang mumpuni semacam Julio Cruz dan Hernan Crespo juga bisa dimasukkan sewaktu-waktu saat mengalami kebuntuan. Walau Inter melakukan beberapa pembelian yang kurang efektif seperti Amantino Mancini dan Ricardo Quaresma, skuad Inter tetap menjadi yang paling ditakuti di Serie A.

Tapi Mourinho juga harus berpikir keras agar Inter mampu bersaing juga di pentas Eropa, terutama membenahi mental para pemainnya. Penampilan Inter di Liga Champions sangat berbeda dengan saat mereka bermain di Serie A. Mereka harus lolos ke 16 besar dengan status runner up dibawah Panathinaikos, salah satu klub penggembira di Liga Champions. Yang paling parah, mereka hanya menang 1-0 atas Anorthosis Famagusta di kandang sendiri dan harus kebobolan 3 gol saat bertandang ke Siprus! Mereka juga sempat ditekuk Panathinaikos 0-1 di kandang sendiri. Maka tidak ada yang heran ketika Inter harus bertekuk lutut di kaki Manchester United di babak 16 besar.

Inter memang luar biasa musim ini, tapi mereka masih harus membuktikan bahwa mereka bukan hanya jago kandang. Patut ditunggu kiprah Mourinho selanjutnya termasuk kebijakan transfer musim depan, yang konon akan lebih banyak menjual daripada membeli pemain.


FC Barcelona
  

Barcelona sedang memiliki salah satu skuad mereka yang terbaik sepanjang masa!

Setidaknya inilah yang secara tersirat disampaikan oleh pelatih Barcelona, Pep Guardiola ketika Barcelona mengunci gelar saat Villareal menaklukkan Real Madrid yang berada di posisi kedua "Dengan pemain-pemain lain, saya belum tentu juara. Tapi skuad Barcelona yang sekarang pasti bisa menjadi juara siapapun pelatihnya. Saya menghargai semua sanjungan yang diberikan pada kami, namun talenta dan kerendahan hati yang membuat pemain tetap bekerja keraslah yang menghasilkan gelar ini."

Secara tersirat memang Guardiola terkesan memberi jawabn defensif dan mencoba tetap berpijak ke bumi. Namun ucapan tersebut juga bisa diartikan sebagai penegasan bahwa skuad yang dimiliki Barcelona saat ini memang benar-benar luar biasa, salah satu yang terbaik dalam sejarah klub. Dengan permainan attacking football yang menghibur, beberapa orang bahan mengatakan bahwa skuad musim ini lebih tangguh daripada skuad Barcelona 2006 di bawah Frank Rijkaard, yang merebut trofi Liga Primera serta memastikan double champions dengan merengkuh trofi Liga Champions setelah menekuk Arsenal 2-1 di final serta. Memang, jika dilihat sistem permainannya, Barcelona tahun ini lebih berbahaya daripada tahun 2006. Jika dilihat dari klasemen saja sudah sangat terlihat. Barcelona era Rijkaard menjadi juara liga dengan kemenangan 25-7-6, memasukkan 80 gol dan kemasukan 35 gol. Musim ini, dengan menyisakan 2 pertandingan tersisa, Barcelona mengunci gelar dengan rekor kemenangan 27-5-4, memasukkan 104 gol dan hanya kemasukan 33 gol! Artinya, jika dirata-rata, tiap pertandingan Barcelona memasukkan 3 gol!

Barcelona musim ini memang sangat menakutkan bagi lawan manapun. Statistik mencatat sampai pekan ke 36 La Liga, di semua ajang Barcelona sudah 6 kali menang dengan selisih 3 gol, dan masing-masing 5 kali untuk kemenangan dengan selisih 4 dan 5 gol. Benar-benar tim yang gemar membantai. Uniknya lagi, kekalahan Barcelona di semua ajang yang berjumlah 6 kali, semuanya hanya berselisih 1 gol. Artinya, Barcelona benar-benar seimbang dalam menyerang dan bertahan. Goal different mereka saat ini adalah yang terbaik di La Liga dengan +71, nyaris 2 kali lipat dari Real Madrid yang hanya +34. 

Di sini sudah bisa dilihat betapa La Liga musim ini benar-benar milik Barcelona. Liga Champions juga tinggal sedikit lagi mereka kuasai, mereka sudah lolos ke final di stadion Olimpico Roma setelah melewati pertandingan penuh drama melawan raksasa London, Chelsea. Di pertandingan tersebut Barcelona yang hanya bermain dengan sepuluh pemain mampu menjebol pertahanan gerendel ala catenaccio yang diperagakan oleh Chelsea. Di Final, Barcelona bakal menghadapi jagoan Inggris lainnya, Manchester United.

Cukup mengherankan memang, bagaimana pelatih muda seperti Guardiola yang belum pernah memiliki pengalaman yang mumpuni bisa membawa Barcelona sejauh ini. Tapi apapun itu, sistem permainan yang dibawa Guardiola tidak hanya cocok, namun mampu melipat gandakan kemampuan yang dimiliki oleh para pemain Barcelona. Pola menyerang dengan formasi 4-3-3 ternyata sangat merasuk dan membuat Barcelona menggila. Calon legenda Argentina, Leonel Messi yang ditemani oleh 2 pemain yang nyaris meninggalkan Barcelona yaitu Samuel Eto'o dan Thierry Henry ternyata mampu menjelma menjadi trisula maut yang paling ditakuti saat ini. Bukan hal mudah mencetak lebih dari 100 gol di kompetisi seketat La Liga Spanyol. Selain itu, Eto'o dan Messi juga menempati urutan atas dari daftar pencetak gol. Didukung dengan kreativitas Andres Iniesta, ketajaman visi dari Xavi Hernandez, serta penguasaan bola yang baik dari Yaya Toure dan diselingi tusukan tajam dari bek sayap Daniel Alves adalah alasan kenapa Barcelona memiliki serangan yang begitu dahsyat. Seydou Keita, Aleksander Hleb, dan rising star asli Catalan Sergi Busquets juga bisa menjadi pelapis yang tidak kalah kelasnya.

Meskipun begitu ofensif, pertahanan Barcelona ternyata juga mampu bekerja sangat baik menangkal serangan. Adalah jasa besar dari kiper kandidar zamora tahun ini, Victor Valdes yang kerap melakukan penyelamatan akrobatik. Selain itu, pertahanan Barcelona juga ditemboki dengan pemain-pemain bertahan kelas satu macam Carles Puyol, Rafael Marquez, Gerard Pique, dan Eric Abidal. Semua materi dan kapasitas pemain Barcelona seolah melebur begitu saja dengan strategi Guardiola, melipat gandakan kemampuan dan mampu menjada konsistensi sepanjang musim.

Saat ini, Barcelona telah mengunci gelar ganda dengan menjuarai La Liga dan Copa del Rey, setelah membantai Athletic Bilbao 4-1 di final. Kini pasukan terbaik Barcelona tinggal melengkapi kesempurnaannya dengan menjuarai Liga Champions. Jika berhasil, lengkaplah sudah keberhasilan El Barca dengan treble. Namun jika gagal, itu bukan berarti Barcelona bermain buruk, tapi karena Manchester United bermain lebih baik daripada mereka. Patut ditunggu pertarungan sengit antara dua tim paling kuat di Eropa saat ini, bagaimana cara Guardiola mengatasi Sir Alex Ferguson, yang bahkan sudah melatih saat Guardiola baru memulai karir pemainnya?


Manchester United




Spirit 1999. Itulah yang saat ini sedang coba diulang oleh para punggawa Manchester United. Tepat 10 tahun yang lalu, Manchester United meraih gelar treble yang sangat sensasional. MU saat itu menjadi klub raksasa yang sangat sulit ditaklukkan. Bahkan di final Liga Champions, Bayern Muenchen yang saat itu sudah unggul di menit ke 5 melalui tendangan bebas menyusur tanah dari Mario Bassler dipaksa menelan kekalahan lewat dua late goal hanya dalam tempo 3 menit injury team lewat gol dari Ole Gunnar Solskjaer dan Teddy Sheringham. 

Banyak pihak menyanjung inilah era terbaik dari skuad Sir Alex Ferguson. Namun, setelah momen tersebut MU mengalami kemunduran pada awal 2000-an. Mereka sempat kalah bersaing dengan Arsenal dan Arsene Wenger-nya. Namun sekarang era keemasan itu seolah terlahir kembali dengan generasi keduanya tepat satu dekade kemudian. Setelah musim lalu menyapu gelar Premiership dan Liga Champions, musim ini MU membidik target lebih tinggi: merebut treble seperti 10 musim lalu. Dan memang skuad MU saat ini memiliki kemampuan untuk melakukannya. Banyak yang menilai pasukan MU saat ini setara, atau bahkan lebih kuat dari sepuluh tahun yang lalu.

Entah kebetulan atau tidak, MU berhasil bangkit dari keterpurukan saat mereka menemukan sosok kiper tangguh pada diri Edwin van der Sar, yang sempat bikin rekor gila dengan cleansheet selama lebih dari 1200 menit sebelum dipatahkan oleh gol dari Roque Santa Cruz. Mantan kiper Fulham dan Juventus ini menjadi pengganti yang sepadan setelah era Peter Schmeichel. MU sendiri sempat gagal menemukan sosok kiper yang tangguh dan konsisten pada diri Mark Bosnich, Roy Carroll, Fabien Barthez, dan Tim Howard. Ketika akhirnya MU menemukan van der Sar, era kejayaan itupun kembali. Apalagi, saat ini duet Rio Ferdinand dan Nemanja Vidic di jantung pertahanan disebut-sebut yang terbaik di dunia, jelas melampaui duet palang pintu MU ketika treble 1999, Jaap Stam dan Ronnie Johnsen. 

Fungsi dari Roy Keane, Nicky Butt, dan Paul Scholes di areal tengah mampu diadaptasi dengan baik. Saat ini Paukl Scholes masih ada, bekerja sama dengan Michael Carrick, Darren Fletcher dan Owen Hargreaves yang kerap cedera. Untuk sektor sayap, duet David Beckham dan Ryan Giggs serta dilapis oleh Jesper Blomqvist bisa ditandingi oleh sayap super eksplosif asal portugal, Cristiano Ronaldo dan winger lincah Park Ji-Sung serta Nani. Giggs sendiri masih ada, mampu menjadi pelapis yang tepat dan penuh pengalaman bagi keduanya. Dari segi gol, duet Dwight Yorke dan Andy Cole serta didukung Solskjaer dan Sheringham di bench masih lebih baik daripada kolaborasi Rooney-Tevez-Berbatov. Apalagi, top scorer MU saat ini adalah Ronaldo yang seorang winger. Ditambah dengan kerjasama tim yang makin matang, tak salah jika Sir Alex Ferguson berani mengatakan "Skuad ini lebih kuat daripada tahun 1999. Saat itu, kami hanya memiliki 19 pemain yang bisa dimainkan di final champions. Namun saat ini kami siap melakukan rotasi dengan kemampuan pemain yang merata."

Satu hal yang patut diacungi jempol adalah regenerasi di MU yang kelihatannya selangkah lebih maju daripada tim-tim lain, selain Arsenal. Musim ini Ferguson sering memberikan kepercayaan terhadap pemain-pemain muda miliknya yang penuh talenta, seperti Ben Foster, Johny Evans, si kembar Rafael dan Fabio da Silva, Rodrigo Possebon, dan yang muncul belakangan adalah Federico Macheda dan Darron Gibson. Asalkan terus diberi kesempatan. mereka bakal menjadi aset masa depan bagi Manchester United.

Saat ini, mereka sudah mengunci gelar Liga Premier dengan rekor 27-6-4. Namun jumlah gol mereka masih kalah dari Liverpool dan jumlah kebobolan mereka masih lebih banyak daripada Chelsea. Namun konsistensi mereka lah yang membuat mereka bisa meraih gelar juara. Satu hal yang membuat MU menjadi kuat adalah iklim yang kondusif di dalam tim. Tim mereka tidak banyak mengalami perubahan berarti sejak 3-4 musim lalu. Ini berbeda dengan Liverpool dan Chelsea yang kadang terlalu cepat merekrut pemain dan terlalu cepat pula melepas pemain. Sedangkan Arsenal sendiri masih terlalu muda untuk bisa stabil bersaing sepanjang musim. Walau MU sempat terseok-seok di awal musim dan sempat direpotkan dengan padatnya jadwal (MU mengikuti 6 event resmi tahun ini!) namun mereka mampu menjahga konsistensi, bahkan meraih gelar juara di di Piala Dunia Antarklub, Piala Liga, dan Premier League. Mereka juga sampai di partai terakhir sebelum kalah di final Piala FA. Zenith St Petersburg memang juga mampu mengalahkan mereka di Piala Super Eropa, namun itu lebih karena kesialan dan mereka kehilangan sedikit konsentrasi pada pertandingan tersebut. Di Liga Champions, mereka mampu menyingkirkan tim-tim raksasa seperti Inter Milan dan Arsenal sebelum akhirnya menantang Barcelona di final, yang oleh banyak pihak disebut "final ideal".

Boleh dibilang, Manchester United adalah tim yang sangat matang dan semua pemainnya sudah saling mengerti satu sama lain. Mereka sudah terbukti mampu mengatasi padatnya jadwal dan musuh-musuh tangguh. Satu-satunya yang bisa mengganggu MU mungkin hanyalah masalah cedera dan faktor non teknis. Salah satu faktor non-teknis yang sering muncul akhir-akhir ini adalah gosip transfer pemain, diantaranya adalah Cristiano Ronaldo dan Carlos Tevez, selain itu juga rumor pensiun dari Sir Alex Ferguson. Faktor 'x' ini memang bukan menjadi penentu, tapi sedikit banyak akan mempengaruhi prestasi Manchester United. Patut ditunggu apakah Manchester United akan berhasil mengulang prestasi 10 tahun lalu dengan merebut treble dan mengukuhkan posisi mereka sebagai klub paling legendaris di Eropa.

Persipura Jayapura


Photograph by Persipuramania.com


Persipura benar-benar merajai ISL musim ini. Sebagai tolak ukurnya, Persipura telah berhasil mengunci gelar juara ketika mereka memainkan pertandingan ke 31. Rekor pertandingan mereka adalah 23-4-4. Mereka menjadi tim yang paling banyak menang dan paling sedikit menderita kekalahan. Di kandang sendiri, mereka bersama Persiwa Wamena dan Persik Kediri belum pernah tersentuh kekalahan di kandang sendiri. Mereka menjadi tim paling ofensif sejauh ini dengan 76 gol namun sekaligus klub paling sedikit kemasukan dengan 24 gol. Jika kita melihat permainan mereka, kita bisa melihat bahwa memiliki level permainan yang berbeda dari kebanyakan tim-tim Indonesia. Persipura bermain dengan pola satu dua sentuhan dan pergerakan tanpa bola yang sangat aktif serta sesekali melepaskan through pass tajam langsung ke daerah lawan, sangat berbeda dengan kebanyakan tim-tim Indonesia lain yang lebih sering mengandalkan long pass dan crossing yang cenderung lemah akurasi dan kurang efektif.

Kebijakan transfer dan pola manajerial mereka juga berbeda dibanding klub ISL lainnya. Jika sebagian besar tim merombak komposisi pemain bahkan jajaran pengurus, maka Persipura berkomitmen untuk sebisa mungkin mempertahankan komposisi inti pemainnya sambil melakukan pembelian-pembelian kecil untuk membenahi kekurangan mereka. Jika kita lihat skuad Persipura saat ini, nyaris tidak ada perubahan signifikan sejak 3-4 tahun yang lalu, ketika mereka juara Divisi Utama untuk pertama kalinya, baik dalam komposisi pemain maupun jajaran staf. Hal inilah yang membuat skuad Persipura menyatu dan sehati, baik di dalam maupun di luar lapangan. Hal ini juga menimalkan potensi konflik, salah satu masalah yang paling sering menghinggapi klub-klub di ISL. Hasilnya bisa diliat, saat ini tak akan ada yang meragukan betapa superiornya Persipura di ISL. Terlepas dari beberapa masalah seperti seringnya rumor yang mengatakan bahwa Persipura acapkali dibantu wasit di kandang sendiri, Stadion Mandala Jayapura, namun hal itu bisa dibantah dengan seringnya mereka menang di partai tandang, bukti nyata dari kekuatan Persipura sebenarnya.

Skuad mereka sangat kokoh musim ini, mengandalkan sebagian besar pemain daerah Papua sendiri. Di bawah gawang ada Jendry Pitoy, yang semasa muda kerap membuat blunder namun sekarang semakin tangguh dan dewasa di Persipura. Lini belakang mereka sangat disiplin dengan hadirnya Victor Igbonefo, Bio Paulin Pierre, Jack Komboy dan Richardo Salampessy. Il Capitano Eduard Ivakdalam yang merupakan living legend bagi The Black Pearl bahu membahu dengan bantuan dari Immanuel Wanggai dan David Da Rocha. Sedangkan lini depan mereka merupakan lini depan paling berbahaya dengan kerjasama satu-dua yang sering kali tidak terbaca, terdiri dari top scorer sementara Boaz Salossa dan juga Alberto "Beto" Goncalves serta Ernest Jeremiah. Pelapis mereka juga tidak kalah kelas, diantaranya adalah Gerald Pangkali, Ortisan Salossa, Paulo Rumere, Stevi Bonsapia, serta Ian Luis Kabes.

Setelah meraih gelar juara ISL yang pertama dan sedang mengejar gelar Copa Indonesia (yang disebut terakhir telah membuat Persipura penasaran karena dua kali mereka masuk final namun dua kali juga mereka gagal), muncul secercah harapan bahwa Persipura tidak akan tampil memalukan di ajang asia. Seperti kita ketahui, musim ini Sriwijaya FC yang mewakili Indonesia di ajang LCA tampil sangat berantakan dan menelan 5 kekalahan dari 6 pertandingan, yang hampir semuanya dengan skor telak. Dengan skuad yang ada sekarang (dan diharapkan tidak akan banyak berubah musim depan) semua pihak optimis Persipura bisa berbuat lebih baik mewakili nama Indonesia.

No comments:

Post a Comment

Silahkan tinggalkan komentar anda di sini, tidak masalah walau menggunakan ID anonymous.