Tuesday, March 9, 2010

Arema, Campione D'Inferno! (Arema Juara Paruh Musim)

Tulisan ini sebenarnya dipublikasikan pada tanggal 9 Maret 2010 di blog Blogspot saya yang lama. Blog tersebut kini sudah lenyap bersama dengan dihapusnya blog lama saya tersebut, dan tulisan ini adalah satu dari sedikit tulisan di sana yang masih terselamatkan. Namun demi alasan romantisme, maka saya tetap menggunakan tanggal tersebut sebagai tanggal posting di blog recovery saya ini. For the sake of more nostalgic feelings...


******************

Ketika ISL musim ini dimulai, apa ada yang berani memprediksi Arema jadi juara paruh musim?

Kebanyakan orang mungkin bakal lebih menjagokan tim-tim mapan dengan skuad bertabur bintang macam Persib, Sriwijaya, Persipura, Persisam, dan Persija. Jujur, saya sendiri, sebagai Aremania yang lahir besar di Malang dan sudah memperhatikan sepak terjang Arema sejak cukup lama, tidak berani berekspektasi tinggi musim ini. Persiapan pra-musim Arema sangat tidak matang--kalau tidak mau dibilang amburadul. Berawal dari hengkangnya PT Bentoel yang selama beberapa tahun terakhir menjadi backup utama Arema, kondisi tim menjadi terkatung-katung dengan susunan pengurus yang tidak jelas. Bahkan sempat muncul wacana-wacana "mengerikan" seperti merger dengan Persema atau pindah home base, meskipun akhirnya wacana-wacana tersebut tidak menjadi kenyataan.


Di saat-saat akhir menjelang liga digulirkan barulah susunan pengurus terbentuk, dari nama-nama yang mengisi boleh dibilang itu kepengurusan darurat. Karena terbentuknya pengurus memakan waktu yang lama, persiapan tim dan pemilihan pemain juga ikut molor dan benar-benar mepet. Beberapa pemain lama yang tidak kunjung mendapatkan kepastian kontrak banyak yang hengkang (yang paling saya sayangkan adalah Arif Suyono yang tebang ke Sriwijaya). Selain itu, pemain-pemain lain yang memutuskan menunggu kepastian juga harus terkatung-katung mengikuti seleksi selama beberapa minggu. Ketika akhirnya Arema siap melakukan rekruitmen, pemain lokal yang tersisa di lantai transfer sendiri tinggal pemain-pemain kelas medioker. Satu-satunya pemain lokal kategori bintang yang datang cuma kiper utama Timnas Indonesia, Markus Haris Maulana. Sisanya adalah pemain lokal yang tidak terlalu menonjol plus beberapa pemain muda yang masih bertahan di Arema.

Beruntung, Arema melakukan rekruitmen pemain asing dan pelatih yang tepat. Lini belakang kedatangan Pierre Njanka dari Persija, mantan bek timnas Kamerun yang pernah bikin gol di putaran final World Cup '98. Lini tengah diperkuat oleh Roman Chmelo yang merupakan gelandang eksplosif dari Slovakia dan Muhammad Ridhuan yang merupakan pemain sayap reguler di Timnas Singapura. Di lini depan ada Noh Alam Shah yang merupakan ujung tombak utama Timnas Singapura. Pemain asing terakhir gagal tampil meyakinkan, yaitu gelandang Landry Poulangoye dari Gabon. Dan yang paling penting, datangnya pelatih asal Belanda, Robert Rene Alberts yang ternyata ke depannya menjadi faktor penting bagi kesuksesan Arema dengan ramuan strateginya yang mampu mengoptimalkan komposisi pemain yang boleh dibilang "seadanya".

Kembali ke perspektif saya di awal musim, awalnya saya bener-bener pesimis dengan prestasi Arema musim ini setelah melihat susunan skuad resminya. Terutama di lini belakang, selain Njanka tidak ada yang meyakinkan. Apalagi di sana ada rombongan pemain asal Deltras Sidoarjo yang musim lalu terdegradasi (Purwaka Yudhi, Hermawan, dan Juan Revi). Nama-nama di barisan tengah dan depan juga tidak meyakinkan, walau belum se-mengkhawatirkan lini belakang. Saya memang Aremania, tapi saya juga berusaha realistis. Merunut pada beberapa musim ke belakang, ketika skuad Arema diisi oleh banyak pemain bintang dan dana melimpah saja gelar juara tidak pernah mampir. Musim lalu misalnya, keberadaan Arif Suyono, Fandi Mochtar, Suroso, Emile Mbamba, dan sederet pemain lainnya hanya mampu membawa Arema bercokol di papan tengah. Mundur lebih ke belakang, Arema juga pernah diperkuat oleh pemain bintang seperti Firman Utina, Ponaryo Astaman, Erol FX Iba, Hendro Kartiko, Elie Aiboy, Emelue Serge, dan beberapa nama mentereng lainnya, namun pencapaian paling mentok adalah juara Piala Indonesia 2 kali. Gelar juara liga masih terlalu jauh untuk dicapai. Karena itulah, awalnya saya merasa mustahil Arema bisa juara dengan skuad yang dimiliki musim ini.

Namun perlahan tapi pasti, keraguan saya mulai terkikis. Sempat menang 1-0 dari Persija Jakarta di partai pembuka, Arema tampil melempem di partai kedua dengan ditahan imbang PSPS Pekanbaru tanpa gol di kandang. Saya sempat khawatir ketika Arema tandang ke Kalimatan, tapi ternyata secara gemilang Arema meraih 6 poin di sana. Di pertandingan-pertandingan selanjutnya Arema melaju kencang dan sempat mencatatkan rekor tak terkalahkan selama 9 pertandingan sebelum akhirnya terhenti setelah tumbang 0-1 di Lamongan. Salah satu catatan positif Arema di separuh musim ini adalah seringnya mereka menang di kandang lawan, tercatat 5 kali kemenangan tandang di putaran pertama. Dari 17 pertandingan, Arema mencatatkan rekor 11 kali menang, 3 kali seri, dan 3 kali kalah dengan poin 36, unggul 5 poin dari Persipura Jayapura yang menghuni posisi kedua.

Setelah melewati putaran pertama, Arema sempat diguncang masalah internal yaitu kiper Markus Haris Maulana yang berseteru dengan pelatih Robert Rene Alberts yang berujung pada pencoretan Markus dari tim (belakangan digantikan oleh Iswan Karim, saya sebenarnya kurang sreg karena pernah melihat 2 kali blunder fatal Iswan ketika masih membela Persija Jakarta). Selain itu ada juga masalah Ketua Panpel Abdul Haris yang tersandung kasus oleh Komdis PSSI. Semoga masalah-masalah tersebut tidak mempengaruhi performa Arema di putaran kedua. Salah satu pembenahan penting yang dilakukan Arema adalah pencoretan Landry Pulangoye yang digantikan oleh Esteban Guillen Tejera. Saya sendiri setuju dengan perubahan ini, karena Landry seringkali menjadi kartu mati bagi lini tengah Arema, puncaknya adalah ketika kesalahan demi kesalahan yang dilakukannya membawa Arema kalah 1-2 dari Persiba Balikpapan di Kanjuruhan. Saya termasuk yang datang ke stadion pada saat itu, benar-benar mengecewakan.

Secara keseluruhan, penampilan Arema di putaran pertama—terutama dalam laga tandang—sudah sangat memuaskan. Satu hal yang mungkin perlu diperbaiki di putaran kedua adalah tidak boleh terlalu sering kehilangan angka dari tim yang diatas kertas bisa diatasi, terutama di kandang. Misalnya adalah hasil imbang tanpa gol lawan Persitara dan PSPS yang harusnya bisa dihindari karena secara permainan Arema sangat dominan dan memiliki banyak peluang. Problem lainnya adalah lini belakang yang sedikit rapuh setelah Purwaka Yudhi cedera panjang. Belum ada pengganti yang punya pemahaman setara dengan Njanka. Waluyo pernah dicoba dan hasilnya mengecewakan ketika dicukur musuh bebuyutan Persebaya Surabaya. Sejauh ini Irfan Raditya bisa memenuhi ekspektasi, tapi masih dperlukan konsistensi ke depannya. Untuk lini depan, Dendi Santoso yang diberi kesempatan masuk tim utama sejak musim lalu sudah menunjukkan kapasitas yang cukup mumpuni sebagai pelapis Noh Alam Shah, termasuk sebuah gol ke gawang Persiba Balikpapan. Dendi bersaing ketat dengan Rahmat Affandi yang juga sudah membukukan sebuah gol yang dingin ketika bertandang ke kandang Pelita Jaya. Yang masih ditunggu adalah kiprah Gery Setya, striker yang musim lalu menjadi salah satu pencetak gol terbanyak di ISL U-21.

Akhirnya, sekarang gelar juara sudah bukan hal yang mustahil untuk dicapai. Peluang itu masih terbuka, asalkan Arema terus bermain konsisten. Apalagi di putaran kedua Arema akan menghadapi partai away yang berat ke Bandung, Jakarta, Palembang, Jayapura, dan Wamena. Kunci gelar juara Arema menurut saya ada pada lima partai away ini. Jika setidaknya bisa meraih 8 angka dari lima away neraka tersebut, saya yakin Arema bakal keluar sebagai kampiun ISL musim ini. Let’s see, semoga skuad Robert Rene Alberts tidak kehabisan bensin di putaran kedua ini.

(sebagai penutup, saya menemukan Arema musim ini sebagai sebuah anomali. Tim ini justru memimpin klasemen ketika dilanda berbagai macam krisis, dana pas-pasan, dan skuad yang tidak terlalu mentereng. Bandingkan ketika Arema masih bertabur bintang dan kaya raya di bawah Bentoel, menembus papan atas pun rasanya susah. Anomali lainnya adalah tentang gaya bermain. Secara keindahan permainan, saya menilai Persema Malang dan Persib Bandung memiliki permainan yang paling enak ditonton di putaran pertama. Jadi lebih singkatnya begini: Arema mungkin bukan tim yang paling tau caranya bermain dengan cantik, tapi Arema adalah tim yang paling tau caranya untuk menang!!! Salam Satu Jiwa!!!)

Skuad Arema musim 2009/2010:

No. Posisi Nama pemain
45 GK Aji Saka
1 GK Kurnia Meiga Hermansyah
50 GK Markus Haris Maulana (Dicoret di putaran kedua, digantikan Iswan Karim)
7 DF Benny Wahyudi
30 DF Hermawan
20 DF Johan Ahmad Farizi
21 DF Irfan Raditya
24 DF Pierre Njanka
2 DF Purwaka Yudhi
27 DF Waluyo
3 FW Zulkifly Syukur
19 MF Ahmad Bustomi
22 MF Fariz Bagus Dhinata
39 MF Firmansyah Aprillianto
4 MF Jalaluddin Main
37 MF Juan Revi
18 MF Landry Poulangoye (Dicoret diputaran kedua, diganti Esteban Guillen)
5 MF Muhammad Fachrudin
6 MF Muhammad Ridhuan
10 MF Ronny Firmansyah
11 MF Tommy Pranata
9 MF Roman Chmelo
41 FW Dendi Santoso
23 FW Gery Setia Adi
12 FW Noh Alam Shah
14 FW Rahmat Affandi
15 FW Sunarto

No comments:

Post a Comment

Silahkan tinggalkan komentar anda di sini, tidak masalah walau menggunakan ID anonymous.