Setelah wasit Howard Webb asal Inggris meniupkan
peluit tanda berakhirnya pertandingan Spanyol lawan Swiss, resmi sudah seluruh
tim di World Cup 2010 ini telah memainkan pertandingan pertamanya. Sesuai tekad
saya sebelum turnamen dimulai, saya menonton 16 pertandingan tersebut,
seluruhnya. Yah... Walau nggak selalu full-time sih, paling jelek nonton siaran tunda
satu babak. Jujur, setelah saya menonton semua laga pertama penyisihan grup,
saya akui kalau saya berekspektasi terlalu tinggi pada Piala Dunia ini. Dengan
menyesal harus saya bilang bahwa separuh lebih pertandingan di putaran pertama
kualifikasi grup ini berlangsung MEMBOSANKAN. Mengapa?
Sebelumnya, saya ingin nambahin info dikit. Saya adalah gila bola level akut. Bahkan pertandingan di Indonesia selevel Liga Joss yang kualitasnya buruk baik pemain, wasit, lapangan, maupun strateginya pun saya tahan untuk nonton sampai selesai. Karena itu, ketika saya sampai beranggapan suatu pertandingan membosankan, berarti ada suatu hal yang salah di pertandingan itu, celakanya pertandingan tersebut berlangsung di level dunia. Sebagai patokan kasar, kita lihat saja jumlah golnya. Buat orang awam, standar seru atau enggaknya suatu pertandingan adalah jumlah golnya. Saya hitung, dari 16 pertandingan putaran pertama hanya tercipta 25 gol, atau kalau dirata-rata hanya 1.56 gol per pertandingan. Angka yang sangat kecil jika dibandingkan dengan World Cup 2006 yang menghasilkan rata-rata 2.43 (39 gol/16 pertandingan), World Cup 2002 lebih gila lagi dengan rata-rata 2.87 (46/16), atau World Cup 1998 yang rata-ratanya 2.18 (35/16). Yang paling parah jika dibandingkan dengan World Cup 1994 yang sepanjang pertandingan pertama sudah menghasilkan 28 gol, padahal saat itu babak penyisihan putaran pertama hanya memainkan 12 pertandingan (6 grup)!
Seandainya tidak dilihat dari jumlah gol pun, saya tetap kecewa sama permainan tim-tim yang berlaga di Piala Dunia kali ini. Seringkali mereka bermain tanpa visi yang jelas, lebih mengandalkan long-pass tanpa presisi yang bagus, minim shoot on-goal dan umpan pendek dari kaki ke kaki. Buat saya, 'sesuatu' sudah membunuh spirit art and entertaining dari World Cup kali ini. Siapa, atau apa saja yang sudah membunuh Piala Dunia tahun ini? Simak coretan saya selanjutnya berikut ini.
1. Jabulani
Sebelumnya, saya ingin nambahin info dikit. Saya adalah gila bola level akut. Bahkan pertandingan di Indonesia selevel Liga Joss yang kualitasnya buruk baik pemain, wasit, lapangan, maupun strateginya pun saya tahan untuk nonton sampai selesai. Karena itu, ketika saya sampai beranggapan suatu pertandingan membosankan, berarti ada suatu hal yang salah di pertandingan itu, celakanya pertandingan tersebut berlangsung di level dunia. Sebagai patokan kasar, kita lihat saja jumlah golnya. Buat orang awam, standar seru atau enggaknya suatu pertandingan adalah jumlah golnya. Saya hitung, dari 16 pertandingan putaran pertama hanya tercipta 25 gol, atau kalau dirata-rata hanya 1.56 gol per pertandingan. Angka yang sangat kecil jika dibandingkan dengan World Cup 2006 yang menghasilkan rata-rata 2.43 (39 gol/16 pertandingan), World Cup 2002 lebih gila lagi dengan rata-rata 2.87 (46/16), atau World Cup 1998 yang rata-ratanya 2.18 (35/16). Yang paling parah jika dibandingkan dengan World Cup 1994 yang sepanjang pertandingan pertama sudah menghasilkan 28 gol, padahal saat itu babak penyisihan putaran pertama hanya memainkan 12 pertandingan (6 grup)!
Seandainya tidak dilihat dari jumlah gol pun, saya tetap kecewa sama permainan tim-tim yang berlaga di Piala Dunia kali ini. Seringkali mereka bermain tanpa visi yang jelas, lebih mengandalkan long-pass tanpa presisi yang bagus, minim shoot on-goal dan umpan pendek dari kaki ke kaki. Buat saya, 'sesuatu' sudah membunuh spirit art and entertaining dari World Cup kali ini. Siapa, atau apa saja yang sudah membunuh Piala Dunia tahun ini? Simak coretan saya selanjutnya berikut ini.
1. Jabulani
![]() |
| Jabulani si bola liar |
Menurut saya, bola resmi World Cup 2010 ini adalah sumber masalah utama dari
minimnya gol dan buruknya permainan sebagian besar tim peserta Piala Dunia
tahun ini. Bola resmi di dua edisi sebelumnya, Fevernova di edisi 2002 dan
+Teamgeist di edisi 2006 sebenarnya juga selalu menuai kritik sebelum turnamen
dimulai dengan satu alasan: terlalu ringan. Kebanyakan yang dirugikan oleh bola
yang terlalu ringan adalah pemain berposisi penjaga gawang. Namun nyatanya, di
dua perhelatan sebelumnya tim-tim peserta masih mampu menampilkan permainan
menarik dan menyajikan gol-gol atraktif dengan bola tersebut. Kritik tersebut
mereda secara perlahan setelah turnamen bergulir.
"Mengerikan, seperti bola biasa yang bisa dibeli di supermarket" Julio Cesar, kiper Brazil.
"Sangat menyedihkan ketika kompetisi sepenting Piala Dunia akan dimainkan dengan bola yang kurang layak"Gianluigi Buffon, kiper Italia
"Saya sudah bermain dengan berbagai macam bola sepanjang karir saya. Beberapa melengkung terlalu jauh, berubah arah, dan bergerak aneh di udara. Tapi yang satu ini benar-benar yang terburuk" Vladimir Stojkovic, kiper Serbia
"Bola ini adalah mimpi buruk bagi kiper. Seorang kiper akan terus memikirkan bagaimana bola ini bergerak sampai tidak bisa tidur dan bagaimana cara yang tepat untuk menghentikannya" Itumeleng Khune, kiper Afrika Selatan
"Ini bola spesial, bisa membuat hidup seorang kiper jadi semakin rumit sehingga semakin banyak gol yang tercipta. Semakin lama mereka membuat pekerjaan kiper semakin sulit" Claudio Bravo, kiper Chile
"Sangat membuat frustasi. Bola itu membuak kami terlihat seperti sekumpulan pelaut mabuk" Daniel Agger, defender Denmark
"Buruk untuk kiper dan buruk untuk kami. Ketika seorang pemain mencoba melakukan umpan silang, bola itu justru bergerak ke arah yang berlawanan dari arah yang dituju. Lebih menyulitkan buat penyerang daripada defender atau kiper" Julio Baptista, gelandang Brazil
"Pemain non kiper juga komplain. Mengecewakan karena Piala Dunia menggunakan bola dengan karakteristik yang aneh" Xavi Hernandez, gelandang Spanyol
"Sangat luar biasa, bola ini seakan tidak mau ditendang. Ketika kita akan menendangnya, bola ini bergerak menjauh. Ini semacam supranatural. Sangat buruk" Luis Fabiano, penyerang Brazil
"Bola ini bencana, juga untuk kami para striker. Ketika crossing datang dan kita akan menyundul bola, bolanya bergerak sampai setengah meter dari perkiraan kita." Giampaolo Pazzini, striker Italia.
"Desainernya pasti nggak pernah main bola. Tapi nggak ada yang bisa kami lakukan, kami harus main dengan bola itu" Robinho, striker Brazil.
"Ini bola terburuk yang pernah dipakai di Piala Dunia. Bola bergerak terlalu cepat dan menyulitkan para pemain untuk mengontrollnya. Untuk kiper ini juga mengerikan karena pergerakan bola selalu liar" Fabio Capello, pelatih Inggris
"Anda bisa lihat dalam pertandingan maupun latihan betapa melengkungnya pergerakan bola. Para kiper sangat tidak senang dengan ini. Seharusnya mereka mendengarkan keluhan dari para kiper top dunia." Sven-Goran Eriksson, pelatih Pantai Gading
See? Terbukti bahwa para pemain sangat kesulitan bermain dengan bola ini. Dari sudut pandang penonton, saya bisa melihat betapa anehnya pergerakan bola ini di lapangan. Begitu banyak shooting yang melayang terlalu tinggi dari gawang karena para pemain gagal melakukan drive pada bola ini. Trik yang seharusnya berfungsi di bola lain justru membuat bola ini terbang tinggi seolah tak punya bobot. Shoot off-goal yang terlalu banyak di sisi lain juga menguntungkan kiper.
Selain itu, keanehan khas bola ini adalah daya lentingnya yang terlalu besar. Setelah memantul, pergerakan bola ini tidak melambat sama sekali malah justru bertambah cepat. Saya sering melihat pemain yang salah memperkirakan tempat jatuh bola setelah memantul, membuat umpan yang seharusnya cantik justru berakhir sia-sia keluar lapangan.
Untuk umpan panjang dan crossing, bola ini juga terlihat tidak nyaman baik bagi pengumpan maupun penerima umpan. Seringkali crossing melayang terlalu tinggi dan tidak terjangkau bagi orang yang dituju. Pemandangan ini sering terjadi di seluruh pertandingan. Tidak heran kalau sangat sedikit gol yang tercipta dari skema crossing. Sangat sulit untuk memperagakan umpan-umpan pendek dengan bola yang bergerak liar seperti ini. Karena itu, banyak tim yang frustasi akhirnya hanya mengandalkan umpan-umpan panjang, yang kenyataannya sama nggak efisiennya. Akhirnya permainan jadi sangat monoton dan minim gol. Di sisi lain, ternyata bola ini juga sukses mempecundangi para kiper dengan pergerakan liarnya. Dua diantaranya berbuah gol lewat blunder Robert Green dan Rais M'Bolhi. Terima kasih banyak buat Jabulani, yang saya nobatkan sebagai 'pembunuh' teratas Piala Dunia kali ini.
2. Trend Pragmatisme Mourinho
"I don't care you score one goal or more. The most important thing is winning the game. As simple as that."
![]() |
| Mourinho Rule |
Ini adalah salah satu quote dari Jose Mourinho, pelatih yang sukses membawa
Internazionale Milan menjadi treble winner sekaligus mencatatkan namanya
sebagai pelatih yang menjuarai Liga Champions dengan 2 tim berbeda. Selama ini,
Mourinho dikenal sebagai pelatih yang sangat pragmatis dan mengutamakan hasil
di atas segalanya. Bermain dengan segala cara, sejelek apapun, untuk meraih
kemenangan. Mungkin para bolamania masih ingat dengan cara main Internazionale
di second leg semifinal Liga Champions musim ini di Nou Camp, dimana sepanjanng
pertandingan mereka bermain bertahan separuh lapangan dan sukses menyingkirkan
Barcelona, yang harus diakui merupakan tim yang memiliki permainan cantik
dengan umpan-umpan siluman serta pergerakan tanpa bola yang sangat cair. Mesin
serangan Barcelona yang sangat ganas di Liga Primera dibuat macet oleh
Mourinho, yang bermain sangat defensif di pertandingan tersebut. Banyak pecinta
bola, termasuk yang bukan pendukung Barcelona sangat kecewa dengan hasil
tersebut. Sepakbola yang indah sebagai seni benar-benar mati, dilindas oleh
sepakbola pragmatis yang mengutamakan hasil dan pertahanan.
Taktik ala Mourinho sebenarnya simpel, zona marking dengan mengandalkan 2 centerback yang jago bola atas, 2 full back yang sedikit dinaikkan menekan lini tengah, serta 2 gelandang bertahan yang jadi filter pertama atas serangan lawan. Karena mengandalkan zona marking berlapis sejauh 20 meter dari are kiper dan adanya 2 gelandang bertahan, tim lawan akan kesulitan melakukan tekanan dari tengah dan dipaksa melebar ke sayap. Di sana pun tim lawan juga bakal kesulitan karena 2 full back melakukan pressing sampai ke garis tengah. Satu-satunya cara tinggal melepas crossing langsung ke kotak penalti, yang sudah diantisipasi dengan baik dengan 2centerback yang sudah disiapkan untuk melompat sepanjang pertandingan. Jika ada celah untuk melakukan serangan, mereka akan melempar serangan melalui umpan panjang ke sayap, dibantu seorang penyerang lubang dan seorang post-player di lini depan. Kunci dari strategi ini adalah kedisiplinan dan kesabaran dalam menghadang setiap serangan lawan. Strategi simpel ini berubah menjadi mematikan di tangan Mourinho karena dia memiliki pemain-pemain yang tepat untuk melaksanakan strategi tersebut.
Bercermin dari kesuksesan tersebut, para peserta Piala Dunia beramai-ramai menggunakan strategi tersebut, terutama tim-tim minor yang tidak memiliki target tinggi di event ini. Mereka bermain bukan untuk menang, tapi untuk menghindari kekalahan. Untuk tidak kebobolan, bukan untuk mencetak gol. Permainan atraktif pun ditinggalkan, membuat Piala Dunia kali ini dipenuhi tim-tim defensif yang minim gol. Dari 16 pertandingan pertama, 9 diantaranya berakhir 0-0 di half time.
Hanya ada beberapa tim yang menurut saya permainannya menghibur penonton. Di pertandingan pembuka, Meksiko menunjukkan umpan-umpan cantik walau harus tertinggal dulu oleh counter attack Afrika Selatan. Jerman juga menunjukkan permainan dan umpan-umpan cantik yang sukses mengandaskan Australia 4-0. Selanjutnya ada Pantai Gading yang walau sudah bermain cantik tapi gagal menembus pertahanan Portugal. Chile juga menunjukkan peragaan umpan daerah dan kerjasama yang cantik walau hanya mencetak satu gol. Menurut saya hanya 4 tim itu saja yang menghibur, selebihnya hanya bermain untuk menang.
Beberapa tim seperti Brazil, Argentina, dan terutama Belanda yang sebelum turnamen bermain sangat menghibur justru menunjukkan permainan yang kurang berkembang. Sementara Portugal, Spanyol, Italia, dan Inggris malah tidak menunjukkan kalau mereka adalah tim yang layak diunggulkan dan tidak bisa mengatasi permainan pragmatis dari lawan-lawan mereka yang setingkat lebih lemah.
Semoga saja permainan semacam ini nggak terus dipertahankan di Piala Dunia kali ini. Permainan pragmatis yang mengutamakan kemenangan hanya akan memuaskan bagi pendukung tim tersebut saja tapi menjadi kekecewaan luar biasa bagi penggemar sepak bola secara umum. Melihat tim yang bermain dengan cara yang tidak menghibur sama saja membuang waktu para penggila bola dengan sia-sia. Jangan lupa, esensi utama suporter menonton pertandingan adalah untuk mendapatkan hiburan.
3. Vuvuzela
Taktik ala Mourinho sebenarnya simpel, zona marking dengan mengandalkan 2 centerback yang jago bola atas, 2 full back yang sedikit dinaikkan menekan lini tengah, serta 2 gelandang bertahan yang jadi filter pertama atas serangan lawan. Karena mengandalkan zona marking berlapis sejauh 20 meter dari are kiper dan adanya 2 gelandang bertahan, tim lawan akan kesulitan melakukan tekanan dari tengah dan dipaksa melebar ke sayap. Di sana pun tim lawan juga bakal kesulitan karena 2 full back melakukan pressing sampai ke garis tengah. Satu-satunya cara tinggal melepas crossing langsung ke kotak penalti, yang sudah diantisipasi dengan baik dengan 2centerback yang sudah disiapkan untuk melompat sepanjang pertandingan. Jika ada celah untuk melakukan serangan, mereka akan melempar serangan melalui umpan panjang ke sayap, dibantu seorang penyerang lubang dan seorang post-player di lini depan. Kunci dari strategi ini adalah kedisiplinan dan kesabaran dalam menghadang setiap serangan lawan. Strategi simpel ini berubah menjadi mematikan di tangan Mourinho karena dia memiliki pemain-pemain yang tepat untuk melaksanakan strategi tersebut.
Bercermin dari kesuksesan tersebut, para peserta Piala Dunia beramai-ramai menggunakan strategi tersebut, terutama tim-tim minor yang tidak memiliki target tinggi di event ini. Mereka bermain bukan untuk menang, tapi untuk menghindari kekalahan. Untuk tidak kebobolan, bukan untuk mencetak gol. Permainan atraktif pun ditinggalkan, membuat Piala Dunia kali ini dipenuhi tim-tim defensif yang minim gol. Dari 16 pertandingan pertama, 9 diantaranya berakhir 0-0 di half time.
Hanya ada beberapa tim yang menurut saya permainannya menghibur penonton. Di pertandingan pembuka, Meksiko menunjukkan umpan-umpan cantik walau harus tertinggal dulu oleh counter attack Afrika Selatan. Jerman juga menunjukkan permainan dan umpan-umpan cantik yang sukses mengandaskan Australia 4-0. Selanjutnya ada Pantai Gading yang walau sudah bermain cantik tapi gagal menembus pertahanan Portugal. Chile juga menunjukkan peragaan umpan daerah dan kerjasama yang cantik walau hanya mencetak satu gol. Menurut saya hanya 4 tim itu saja yang menghibur, selebihnya hanya bermain untuk menang.
Beberapa tim seperti Brazil, Argentina, dan terutama Belanda yang sebelum turnamen bermain sangat menghibur justru menunjukkan permainan yang kurang berkembang. Sementara Portugal, Spanyol, Italia, dan Inggris malah tidak menunjukkan kalau mereka adalah tim yang layak diunggulkan dan tidak bisa mengatasi permainan pragmatis dari lawan-lawan mereka yang setingkat lebih lemah.
Semoga saja permainan semacam ini nggak terus dipertahankan di Piala Dunia kali ini. Permainan pragmatis yang mengutamakan kemenangan hanya akan memuaskan bagi pendukung tim tersebut saja tapi menjadi kekecewaan luar biasa bagi penggemar sepak bola secara umum. Melihat tim yang bermain dengan cara yang tidak menghibur sama saja membuang waktu para penggila bola dengan sia-sia. Jangan lupa, esensi utama suporter menonton pertandingan adalah untuk mendapatkan hiburan.
3. Vuvuzela
![]() |
| Annoying Noise |
Ini mungkin agak diluar dari konteks permainan, tapi bagaimanapun juga
Vuvuzela membuat saya (dan jutaan penonton lain) merasa kurang bisa menikmati
pertandingan. Salah satu daya tarik pertandingan selain dari permainan di
lapangan adalah dukungan suporter. Tepuk tangan suporter Italia yang khas,
permainan drum suporter Jepang, terompet suporter Belanda, serta gemuruh
Hooligan adalah unsur hiburan tambahan yang saya harapkan dari siaran langsung
Piala Dunia. Sialnya, tahun ini semuanya nggak muncul, tenggelam oleh suara
Vuvuzela yang nggak jelas. Sepanjang pertandingan, dengungan Vuvuzela yang
lebih mirip suara serangga tanpa henti terus terdengar.
Sungguh membosankan. Vuvuzela tidak mencerminkan unsur kreatifitas apapun dan tidak memiliki ciri khas tersendiri yang membedakan satu suporter dengan suporter yang lain. Semua sama dan monoton "Nguung... Nguung... Nguung...". Saya sendiri penasaran, apakah para pemain akan merasa terdukung dengan hadirnya suporter ber-vuvuzela tersebut. Sementara beberapa pemain terang-terangan mengaku terganggu dengan suara nyaring Vuvuzela. Komunikasi antar pemain terpaksa dialihkan menjadi bahasa isyarat yang lebih nggak efektif gara-gara suara mereka kalah keras dengan Vuvuzela. Sayangnya, FIFA sendiri sudah menegaskan bahwa Vuvuzela nggak akan dilarang di Piala Dunia kali ini walau komplain terus bermunculan. Selamat ya, berarti anda akan terus mendengarkan suara serangga secara berkala di televisi anda tiap kali pertandingan disiarkan.
Yang jelas, sebagai penonton saya sama sekali nggak bisa menikmati dan malah terganggu dengan suara Vuvuzela. Masih mending suporter Indonesia, yang bernyanyi dengan lantang dengan kalimat-kalimat penyemangat walalu prestasi timnas sendiri nggak pernah membanggakan.
Oke, sudah saya jabarkan identitas para pembunuh Piala Dunia versi saya sendiri. Perjalanan Piala Dunia sudah mencapai 1/4 dari total keseluruhan, 1/4 yang membosankan. Mari sama-sama berharap agar 3/4 sisanya berjalan lebih atraktif dan menghibur lagi. Sayang banget kalau event 4 tahunan berjalan dengan cara seperti ini sampai selesai...
*photo courtesy to JabulaniBall.com, wikimedia.org, and cape-town.info*
Sungguh membosankan. Vuvuzela tidak mencerminkan unsur kreatifitas apapun dan tidak memiliki ciri khas tersendiri yang membedakan satu suporter dengan suporter yang lain. Semua sama dan monoton "Nguung... Nguung... Nguung...". Saya sendiri penasaran, apakah para pemain akan merasa terdukung dengan hadirnya suporter ber-vuvuzela tersebut. Sementara beberapa pemain terang-terangan mengaku terganggu dengan suara nyaring Vuvuzela. Komunikasi antar pemain terpaksa dialihkan menjadi bahasa isyarat yang lebih nggak efektif gara-gara suara mereka kalah keras dengan Vuvuzela. Sayangnya, FIFA sendiri sudah menegaskan bahwa Vuvuzela nggak akan dilarang di Piala Dunia kali ini walau komplain terus bermunculan. Selamat ya, berarti anda akan terus mendengarkan suara serangga secara berkala di televisi anda tiap kali pertandingan disiarkan.
Yang jelas, sebagai penonton saya sama sekali nggak bisa menikmati dan malah terganggu dengan suara Vuvuzela. Masih mending suporter Indonesia, yang bernyanyi dengan lantang dengan kalimat-kalimat penyemangat walalu prestasi timnas sendiri nggak pernah membanggakan.
Oke, sudah saya jabarkan identitas para pembunuh Piala Dunia versi saya sendiri. Perjalanan Piala Dunia sudah mencapai 1/4 dari total keseluruhan, 1/4 yang membosankan. Mari sama-sama berharap agar 3/4 sisanya berjalan lebih atraktif dan menghibur lagi. Sayang banget kalau event 4 tahunan berjalan dengan cara seperti ini sampai selesai...
*photo courtesy to JabulaniBall.com, wikimedia.org, and cape-town.info*



No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan komentar anda di sini, tidak masalah walau menggunakan ID anonymous.