Saturday, July 24, 2010

Seminggu Setelah Drama di Afrika Berakhir...

Mandela and The Trophy


Pesta bola paling akbar tersebut nggak kerasa udah seminggu berakhir. Segala macam euforia Piala Dunia yang selama sebulan sebelumnya sukses menghipnotis milyaran orang di seluruh dunia perlahan mulai menghilang. Begitu Kapten Spanyol, Iker Casillas, mengangkat trofi Piala Dunia sebagai simbol Spanyol menjadi juara dunia yang baru, saat itu pulalah event empat tahunan ini mencapai klimaks dan resmi berakhir.

Saya sendiri sebelum turnamen berkomitmen untuk nonton SELURUH pertandingan (ya, saya nggak bercanda. SEMUANYA) di Piala Dunia tahun ini. Sebisa mungkin jangan sampai saya kelewatan momen penting di ajang prestisius ini. Awalnya lancar sih, tapi makin kebelakang, kondisi tubuh saya tidak bisa diajak kompromi, sehingga saya kelewatan lumayan banyak pertandingan putaran kedua dan ketiga di fase penyisihan. Untunglah di fase knockout saya tidak kelewatan satu pertandingan pun, kecuali Belanda vs Brazil yang bisa dianggap miss karena saya nontonnya putus-putus via streaming waktu menginap di kampus preparing seminar. Selebihnya saya tonton secara komplit.

Setelah nonton sekian banyak pertandingan, saya jadi punya perbandingan dan pandangan baru. Meskipun judulnya "World Cup", jangan dikira seluruh pertandingannya berlangsung seru dan ketat. Cukup banyak pertandingan yang berlangsung membosankan, terutama di putaran pertama kualifikasi (lebih jauh baca disini). Beberapa bahkan saking parahnya, menurut saya nggak lebih seru daripada pertandingan ISL (Liga Indonesia, buat yang nggak tau singkatannya) yang biasa saya tonton tiap pekan sebelum World Cup. 


Walau begitu, ada beberapa partai seru menguras emosi yang menyuguhkan drama dan epic khas Piala Dunia. Bagaimanapun juga ini adalah World Cup, event yang memiliki pressure dan exposure berkali-kali lipat dari pertandingan biasa. Kesalahan dan kekalahan yang terjadi di event ini bisa menimbulkan penyesalan dan hujatan puluhan kali lipat dibandingkan apabila terjadi di pertandingan reguler biasa. Begitu juga sebaliknya. Karena itulah, beberapa pertandingan yang akan saya sebutkan di bawah ini juga menyajikan drama yang terasa jauh lebih mendebarkan dibandingkan pertandingan biasa. Berikut ini adalah beberapa pertandingan pilihan saya, yang menurut saya layak disebut berkelas dan patut dikenang sebagai hall of fame dari World Cup 2010. Here we go...


- Slovenia vs Amerika Serikat



Ini adalah salah satu partai favorit saya di World Cup kali ini. Kedua tim bermain menyerang dan saling mencari kemenangan. AS yang secara sensasional menahan imbang Inggris lewat lucky goal Clint Dempsey di partai pertama bermain tertekan di awal permainan dan tertinggal lewat gol spektakuler yang dilesatkan oleh Valter Birsa dari luar kotak penalti. Selanjutnya Slovenia digempur habis-habisan oleh AS di sepanjang babak pertama. Tapi lagi-lagi Slovenia mampu mencuri gol setelah umpan kelas dunia dari Milivoje Novakovic diakhiri dengan sontekan manis Zlatan Ljubijankic. 2-0 untuk Slovenia memasuki halftime.

Babak kedua baru dimulai, AS menumbuhkan harapan lewat gol Landon Donovan. Gol Donovan cukup unik karena dicetak dari sudut sempit dan dengan shoot power yang sangat keras, bahkan saya membayangkan kiper Handanovic bisa pingsan seandainya bola kencang dari jarak dekat tersebut kena wajahnya. Setelah gol tersebut, Slovenia bermain agak defensif sehingga AS menguasai jalannya pertandingan. Serangan demi serangan yang dilakukan benar-benar gencar dan membuat penonton ikut berdebar. Memang hanya tinggal masalah waktu sebelum akhirnya tendangan jarak dekat Michael Bradley, anak dari pelatih Bob Bradley, menyamakan kedudukan buat AS. Berhasil kembali setelah tertinggal 2 gol secara dramatis ternyata belum menjadi akhir suguhan pertandingan luar biasa ini, karena sebenarnya Maurice Edu berhasil mencetak gol ketiga buat AS di akhir pertandingan, tapi sayangnya gol tersebut dianulis tanpa alasan yang jelas dan menjadi salah satu kontroversi terbesar di World Cup 2010. Pertandingan berakhir 2-2 dan meninggalkan kesan yang lumayan bagi setiap orang yang mengikuti secara full, termasuk saya.
- Italia vs Selandia Baru


Ini adalah pertandingan yang akan terus dikenang oleh kedua negara, sebagai kebanggaan oleh Selandia Baru, dan sebagai aib oleh Italia. Sebagai juara bertahan, Italia berada dalam tekanan setelah hanya bermain imbang 1-1 dengan Paraguay di pertandingan pertama. Di sisi lain, Selandia Baru harus bersusah payah sampai menit-menit terakhir untuk menyamakan kedudukan 1-1 saat bermain lawan Slovakia. Karena itu, banyak yang memprediksi Italia bakal bermain all-out untuk meraih kemenangan telak atas Selandia Baru, yang banyak dianggap sebagai tim terlemah di World Cup tahun ini.

Apa yang terjadi di lapangan ternyata tidak sesuai hitungan di atas kertas. Selandia baru bukannya bermain bertahan, tapi malah memasang skema ofensif 3-4-3. Saya langsung tertawa begitu Shane Smeltz menjebol gawang Italia di menit ke 7. Itu seperti lelucon buat saya, ketika bola menyentuh paha Cannavaro dan jatuh tepat ke depan Smeltz yang berdiri bebas dan tinggal mendorong bola melewati kiper cadangan Federico Marchetti. Seperti sebuah tragedi ketika negara yang terkenal dengan catenaccio harus kebobolan dengan cara ini oleh sebuah tim yang kelasnya jauh dibawah. Italia yang tersentak langsung keluar dan menyerang habis pertahanan Selandia Baru. Tapi tanpa Andrea Pirlo, serangan-serangan Italia dengan mudah dikandaskan lini pertahanan Selandia Baru yang dijaga dengan baik oleh Ryan Nelsen dan Mark Paston. 3 menit setelah tendangan Montolivo menghajar tiang gawang, Italia mendapat hadiah penalti setelah Daniele De Rossi “dianggap” dilanggar di kotak penalti. Tendangan 12 pas diselesaikan dengan dingin oleh Vicenzo Iaquinta. Skor 1-1 dan Italia semakin bersemangat untuk menyerang, tapi sayangnya minim kreativitas. Di babak kedua, Italia memang terus mendominasi tapi penonton disuguhi dengan peragaan defense yang benar-benar rapi dan kokoh dari Selandia baru. Tidak ada peluang yang benar-benar berarti didapat oleh Italia, semua mentah oleh kedisiplinan barisan belakang Selandia Baru. Dan seandainya tendangan Chris Wood tidak menyamping tipis dari gawang Marchetti di akhir pertandingan, tak bisa dibayangkan apa yang akan ditulis media Italia keesokan harinya…

Diakhir turnamen, Selandia Baru secara mengejutkan menjadi satu-satunya tim yang tidak pernah tersentuh kekalahan. Sebaliknya, Italia sebagai juara bertahan justru pulang membawa malu karena tidak membukukan satupun kemenangan.

-Nigeria vs Korsel


Ini adalah partai hidup mati bagi kedua tim. Bersama Yunani, ketiga tim masih berpeluang untuk mendampingi Argentina ke babak selanjutnya. Korea Selatan hanya butuh hasil imbang untuk lolos dengan catatan Yunani harus kalah dari Argentina. Kondisi lebih buruk dialami Nigeria yang kalah di dua partai pertama, mereka dituntut harus menang dan itupun masih bergantung hasil antara pertandingan Argentina vs Yunani. Saya pikir ini pasti bakal menjadi partai yang lumayan seru. Terbukti, statistik mencatat bahwa sepanjang pertandingan terjadi 27 tembakan ke arah gawang. Sebenernya, saya sendiri kurang konsen nonton pertandingan ini karena konsentrasi pecah ke pertandingan satunya.

Nigeria memforsir kemenangan dengan memasang tiga striker dari awal pertandingan. Meski Korea nyaris unggul di awal pertandingan, skema ofensif Nigeria memberikan hasil cepat ketika di menit ke 12 Kalu Uche berhasil lolos dari pengawalan Cha Du-ri dan menyambut crossing dari Chidu Odiah dengan manis. Nigeria unggul 1-0, tapi masih harus menunggu Argentina mengalahkan Yunani agar bisa lolos. Disaat publik Afrika mulai membuka harapan lolos, di menit ke 38 Lee Jung-soo menyamakan kedudukan. Golnya cukup lucu, karena sebenarnya headingnya miss dan bola bergulir liar ke kakinya. Tapi secara ajaib kakinya mendorong bola ke arah gawang dan mengecoh kiper Enyeama. Di awal babak kedua, tendangan bebas akurat Park Chu-young membawa Korea unggul 2-1. Setelah unggul, Korea malah bermain kendur dan menjadi bulan-bulanan Nigeria. Beberapa kali striker Nigeria mendapat peluang bagus yang gagal diselesaikan hanya karena kurang tenang, termasuk peluang emas (kalau boleh saya bilang, STUPIDITY of the year) yang terbuang dengan konyol oleh Yakubu Aiyegbeni di menit ke 66. Mendapat umpan dari Ayila dan berdiri kurang dari setengah meter di depan gawang kosong, sontekan The Yak malah melebar. Hampir semua orang yang melihat peluang ini akan mengatakan itu adalah miss paling konyol di World Cup, atau bahkan sepanjang masa. Beruntung tiga menit kemudian Yakubu sukses mengeksekusi penalti setelah Kim Nam-il dengan ceroboh menjatuhkan Chinedu Obasi. Di sisa pertandingan, Nigeria berusaha keras mencari gol kemenangan namun gagal akibat kurang tenang. Yunani kalah 0-2 di pertandingan lainnya, sehingga seharusnya Nigeria bisa lolos jika saja menang. Mereka akan mencatat rekor sebagai tim pertama yang lolos 16 besar setelah menderita 2 kekalahan.

-Denmark vs Jepang

Siapapun pemenang di partai ini, dialah yang akan mendampingi Belanda untuk lolos ke babak 16 besar. Sebenernya yang membuat pertandingan ini layak dikenang adalah proses gol yang terjadi. Saya benar-benar terkesan dengan proses terjadinya 3 gol Jepang. Kedua tim sebenarnya sama kuat dan saling serang dari awal, tapi kemampuan pemain-peman Jepang dalam mengeksekusi tendangan bebas membuat perbedaan. Disaat tim-tim lain mengeluh dengan sulitnya melakukan set piece dengan Jabulani, Jepang justru menyarangkan dua gol lewat tendangan bebas. Gol free kick pertama oleh Keisuke Honda mengingatkan kita akan style khas maestro tendangan bebas Cristiano Ronaldo dengan powerful drive shootnya. Tendangan bebas kedua Jepang yang menjadi gol dibukukan oleh Yasuhito Endo lewat tendangan kurva yang berbelok mulus melewati pagar betis dan menghujam gawang Thomas Sorensen. Benar-benar menyerupai tendangan bebas yang sering dicitrakan di kartun Captain Tsubasa.

Mental pemain Denmark down setelah dua gol set piece tersebut, sepanjang babak kedua mereka gagal mengejar kedudukan sampai di menit 81 ketika Daniel Agger dilanggar Makoto Hasebe di kotak terlarang. Eksekusi Tomasson masih bisa diblok Eiji Kawashima, tapi bola rebound tidak disia-siakan oleh Tommasson untuk memperkecil kedudukan. Disaat Denmark berjuang meraih sisa harapan, kejeniusan Keisuke Honda dalam melewati 2 pemain dan memberikan umpan spektakuler pada Shinji Okazaki membuat Denmark kembali tenggelam 3-1.

-Slovakia vs Italia


Tampil sebagai juara bertahan, sebenarnya publik Italia udah cukup malu melihat buruknya performa tim di dua pertandingan awal yang hanya bermain imbang lawan Paraguay dan Selandia Baru. Mereka berharap Italia bis menunjukkan sesuatu yang lebih ketika menghadapi Slovakia, yang baru saja dihajar Paraguay 0-2. Slovakia sendiri berada di ujung tanduk karena dituntut harus menang untuk bisa lolos.

Masih tanpa Pirlo tapi sudah diperkuat Gattuso, sebenernya Italia bermain baik di awal babak pertama. Tapi ternyata Slovakia lebih cermat, umpan ceroboh dari Daniele De Rossi diserobot Juraj Kucka untuk diteruskan menjadi assist yang matang untuk Robert Vittek. Setelah tertinggal satu kosong, suasana pertandingan terasa lebih mencekam buat Italia. Wajah Lippi dan Buffon berkali-kali tertangkap kamera sedang diliputi ketegangan luar biasa. Di sisa babak pertama Italia lebih sering melakukan kesalahan sendiri. Bahkan justru Slovakia hampir menggandakan keunggulan lewat Kucka dan Strba, namun skor tetap 1-0 sampai halftime. Permainan Italia mulai membaik di babak kedua setelah masuknya Quagliarella dan Pirlo, Messiah-nya Italia. Italia bermain offensif dengan 4-2-4. Di menit ke 66, tendangan Quagliarella bisa dihentikan Skrtel tepat di garis gawang, membuat suasana semakin tegang (saya bahkan terbawa suasana dan berteriak!). Di saat Italia semakin percaya diri untuk mengejar ketinggalan, kecerobohan Chiellini dalam menjaga Vittek dan ketidaksigapan kiper Marchetti berbuah gol kedua untuk Slovakia. Italia langsung runtuh mentalnya dan bayang-bayang tidak lolos penyisihan grup semakin membayang. Antonio Di Natale sempat menumbuhkan harapan lewat golnya di menit 81 memanfaatkan rebound Quagliarella. Tiga menit kemudian, Italia sebenarnya berhasil menyamakan kedudukan seandainya gol Quagliarella tidak dianulir wasit karena offside (lagi-lagi keputusan ini menjadi kontroversi berkepanjangan). Di saat suasana semakin mencekam karena serangan Italia semakin menggila, pemain pengganti Kamil Kopunek yang baru 2 menit masuk lapangan mengejutkan Italia. Kopunek menang sprint atas De Rossi dan Cannavaro, sebelum akhirnya mencetak gol lewat sentuhan pertamanya di Piala Dunia. Momen ini benar-benar mengaduk emosi penonton, baik pendukung Italia maupun Slovakia. Di akhir pertandingan Quagliarella melengkapi performanya yang luar biasa dengan gol indah dari luar kotak penalti untuk memperkecil kedudukan, tapi Italia sudah kehabisan waktu. Peluang emas terakhir yang didapat Pepe terbuang akibat tendangan yang miss. Italia akhirnya resmi menjadi juara bertahan kedua yang tersingkir di fase grup setelah Prancis di World Cup 2002.

-Jerman vs Inggris


Ini merupakan partai klasik yang banyak ditunggu orang. Rivalitas kedua negara telah melegenda, berakar sejak kejadian di final Piala Dunia 1966 yang dimenangkan Inggris dengan skor 4-2 berkat gol siluman Geoff Hurst. Gol tersebut menjadi perdebatan selama puluhan tahun bahkan sampai saat ini. Selain itu, materi pemain yang dimiliki kedua tim membuat pertandingan ini diprediksi bakal berlangsung ketat. Selama 20 menit pertama, Jerman mendominasi permainan dan berujung pada gol yang dilesakkan Miroslav Klose setelah unggul body charge dari Matthew Upson, assist dari kiper Manuel Neuer. Setelah gol tersebut, Inggris lebih mendominasi ball posession meskipun belum ada peluang emas yang dibuat. Drama berlanjut ketika tendangan keras Lukas Podolski dari sisi kanan menggandakan keunggulan Jerman menjadi 2-0. Setelah gol kedua, Inggris baru bereaksi positif dan mempu memperkecil kedudukan lewat heading Matthew Upson. Inggris semakin menyerang dan satu menit setelah gol Upson, tendangan chip Lampard tidak mampu dijangkau Neuer dan menerpa mistar sebelum memantul di belakang garis gawang. Bola yang mutlak gol tersebut ternyata tidak disahkan oleh wasit yang menganggap bola belum melewati garis dan sampai sekarang keputusan tersebut menjadi aib wasit FIFA yang terbesar di Piala Dunia tahun ini. Dengan mental yang drop, Inggris mengakhiri babak pertama dengan kondisi tertinggal 1-2.

Di babak kedua, Inggris mulai menata kembali permainan mereka. Selain tendangan bebas Lampard yang masih membentur tiang, masih banyak peluang lain yang tidak mampu dioptimalkan Rooney, Defoe, dan Milner. Terlalu asyik menyerang, Inggris malah kecolongan 2 gol hanya dalam waktu 3 menit. Dua-duanya lewat serangan balik dan sama-sama dicetak oleh pemain Thomas Mueller. Jerman mengubur mimpi Inggris dengan sangat cepat, dalam sekejap mata margin gol sudah berubah jadi 3… Saya yang menonton di rumah cuma bisa geleng-geleng melihat betapa mematikannya counter attack Jerman. Sisa pertandingan tidak ubahnya seperti formalitas belaka karena Jerman sudah tidak bernafsu menyerang sedangkan Inggris sudah kehilangan akal. Gerrard sempat memberikan perlawanan terakhir tapi digagalkan penyelamatan spektakuler Neuer. Mungkin bagi sebagian rakyat Jerman, rasa sakit akibat gol Geoff Hurst selama 44 tahun terbayar sudah.

-Uruguay vs Ghana


Ini adalah pertandingan yang paling menguras emosi buat saya. Sebagai bumbu dramatis, saya nonton pertandingan ini dalam kondisi kurang ideal, bermodal streaming dari mivo.tv saat menginap di kampus menyiapkan seminar. Untunglah streamingnya lancar dan tidak disconnect, walau tentu tidak selega menonton di TV. 


Kembali ke pertandingan, Ghana berambisi jadi tim Afrika pertama yang lolos ke semifinal. Keistimewaannya, Ghana adalah tim yang memiliki rata-rata umur termuda di World Cup kali ini karena banyak pemain yang dicomot dari skuad Ghana muda yang menjadi juara dunia U-20. Di sisi lain, Uruguay sedang berusaha mengulang kejayaan masa lalu yang sempat 2 kali mengangkat Jules Rimet Cup. Secara kualitas individu, jelas Uruguay lebih unggul dengan trisula mautnya Forlan-Suarez-Cavani. Tapi determinasi darah muda Afrika juga tidak bisa diremehkan. Dan sesuai prediksi, Ghana bermain menunggu dan mengandalkan serangan balik. Di awal babak pertama, serangan Uruguay benar-benar mengerikan. Sampai 25 menit, terhitung 3 kali kiper Kingson berjibaku mengamankan gawangnya dari serangan berbahaya. Ghana sendiri baru melahirkan peluang pertamanya lewat Vorsah di menit 30. Setelah itu, Ghana mulai bangkit dan melahirkan sejumlah peluang yang masih melenceng dari Boateng, Gyan, dan Muntari. Puncaknya, di injury time kedua babak pertama Sulley Muntari berhasil memanfaatkan keanehan Jabulani dengan tendangan melengkung jarak jauh untuk memperdaya kiper Muslera. Ghana masuk ke ruang ganti dengan keunggulan 1-0.

Di awal babak kedua Ghana bermain sedikit grogi sehingga sering melakukan pelanggaran yang tidak perlu. Nyaris terkena penalti setelah Cavani jatuh di kotak penalti, Uruguay akhirnya menyamakan kedudukan lewat free kick berkelas dari Diego Forlan (walau saya pribadi agak menyalahkan Kingson atas ketidakmampuannya menggapai bola itu). Ghana hampir melakukan instant reply namun Gyan dan Muntari gagal menuntaskan peluang. Setelah itu, kedua tim saling jual beli serangan seolah berlomba-lomba melakukan shoot on goal, termasuk dua peluang berbahaya yang dilancarkan Suarez, tapi kiper Richard Kingson masih terlalu tangguh di bawah gawang. Deadlock, pertandingan diteruskan ke extra time.

Ghana yang sudah berpengalaman menjalani extra time di perdelapan final berhasil menggunakan keunggulan stamina atas Uruguay untuk terus menekan. Terlihat sekali bahwa Ghana mendominasi permainan, terutama di extra time kedua dimana Uruguay menjadi bulan-bulanan Ghana. Di menit 24 extra time, tendangan Gyan yang sudah melewati Muslera masih bisa dihalau Pereira di garis gawang. Tempo semakin meninggi.


Puncaknya terjadi di menit 119, terjadi kemelut di depan gawang Muslera yang sudah terlanjur maju. Tendangan Appiah masih bisa diselamatkan Suarez dengan lutut persis di garis gawang. Bola liar mengarah ke striker muda Adiyiah yang tanpa ampun melakukan heading ke arah gawang kosong. Bola melewati Muslera… Defender Victorino yang mencoba meraih bola dengan tangan juga gagal… Tapi ternyata masih ada Suarez yang berdiri di depan gawang, menepis bola dengan tangannya. Saya langsung teriak sambil menggebrak meja di ruang printing (beberapa orang langsung bangun, seingat saya…). PENALTI! Suarez diganjar kartu merah atas tindakannya tersebut. 

Asamoah Gyan, yang sudah mencetak 2 gol penalti di fase grup saat melawan Australia dan Serbia, maju mengeksekusi penalti tersebut. Sekilas, pertandingan ini seolah akan menjadi klimaks yang indah buat Ghana. Sejujurnya saya sangat tegang menyaksikan penalti ini. Gyan menganbil ancang-ancang untuk menendang bola, dan… HIT THE BAR!

Asamoah dan seluruh pemain Ghana ternganga, shock dan tidak percaya kemenangan yang sudah begitu dekat terenggut dari mereka. Sebaliknya, Uruguay yang sudah bersiap pulang langsung melonjak kegirangan begitu mendapat kesempatan kedua. Suarez yang sempat menangis saat meninggalkan lapangan juga ikut gembira di area bench. Kegagalan penalti tersebut memastikan kedua tim menjalani adu penalti.

Saya sudah pesimis Ghana bakal gagal kalau sampai masuk adu penalti, mereka sudah kelihatan kalah mental. Pemain senior macam Gyan dan Appiah memang berhasil melaksanakan tugas (seandainya Gyan gagal lagi, dia pasti dibakar hidup-hidup begitu sampai Ghana), tapi Mensah dan Adiyiah tidak mampu mengatasi tekanan. Tendangan mereka sangat lemah dan arahnya mudah di tebak oleh Muslera. Di pihak Uruguay, hanya Pereira yang gagal mengeksekusi penalti. Sedangkan Forlan, Victorino, Scotti, dan terakhir Abreu berhasil mengecoh Kingson. Afrika terpaksa tidak menyisakan wakil di semifinal, Ghana harus menunggu 4 tahun lagi, dan saya hanya bisa tidur dengan perasaan dongkol setengah mati.

Oh iya, partai ini memecahkan rekor dengan total terjadi 49 shots sepanjang pertandingan, 23 diantaranya on goal (itu bener-bener banyak, bahkan di game-game pun susah mencapai angka segitu). Terbanyak di Piala Dunia 2010.

-Belanda vs Uruguay

Ini adalah pertandingan terakhir yang menurut saya memiliki unsur drama dan layak dikenang. Uruguay telah berjuang dengan gagah berani untuk sampai ke semifinal. Mereka bersusah payah menang dalam hujan atas Korea Selatan dan harus melakukan adu penalti yang melelahkan melawan Ghana. Sampai di semifinal, kondisi mereka sangat compang-camping. Luis Suarez tak bisa tampil akibat kartu merah setelah aksi “heroik”-nya saat melawan Ghana. Defender Jorge Fucile terkena akumulasi, sedangkan kapten Diego Lugano dan youngster Nicolas Lodeiro diragukan tampil karena cedera. Dengan kondisi seperti itu mereka harus menghadapi Belanda yang berhasil menjungkalkan sang raja, Brazil, di 8 besar. Belanda juga kehilangan Gregory van der Wiel dan Nigel de Jong, tapi mereka memiliki pelapis yang setara. Uruguay bertekad lolos ke final pertama sejak 1970 dan kalau perlu mencatat gelar ketiga, sedangkan Belanda bertekat membayar kegagalan di final edisi 1974 dan 1978. Dan begitulah, 2 ambisi ini beradu di lapangan.

Di awal pertandingan, pertahanan Uruguay benar-benar diacak-acak oleh Belanda, terutama Robben di sisi kiri dan Sneijder yang sering muncul di blindside. Ketika Uruguay sudah mulai bisa menata pertahanan, Giovanni van Bronckhost memecah kebuntuan dengan tendangan spektakulernya (dan lagi-lagi Jabulani effect). Setelah unggul 1-0, Belanda tetap menekan meskipun nggak se-intens sebelumnya. Uruguay mulai keluar dan sesekali balik menyerang. Kedua tim tampaknya mencapai deadlock, sebelum akhirnya tendangan jarak jauh Diego Forlan melesat ke gawang Belanda. Stekelenburg hanya sempat memblok bola sekilas dengan refleknya tanpa bisa merubah arahnya keluar gawang. Skor sama kuat 1-1 bertahan di half time. 


Di babak kedua, De Zeeuw yang bisa dikatakan kambing hitam atas terjadinya gol Uruguay digantikan van der Vaart yang lebih bertipe ofensif. Ketika Belanda masih beradaptasi dengan formasi baru, Cavani nyaris mencetak gol seandainya Gio tidak menghalau bola dari gawang kosong. Uruguay masih menekan selama beberapa saat sebelum formasi Belanda akhirnya beradaptasi dengan kehadiran van der Vaart. Hal yang ditakutkan terjadi juga, ketika sontekan Sneijder dari mulut kotak penalti gagal dihadang Muslera yang terkecoh dengan keberadaan van Persie di posisi offside pada jalur bola. 

Belum hilang keterkejutan, Robben semakin menenggelamkan Uruguay dengan heading akuratnya ke pojok gawang, memanfaatkan umpan Dirk Kuyt. Mengais sisa-sisa tenaga, Uruguay mencoba mengejar gol di 15 menit tersisa. Kelihatannya Uruguay mulai kehilangan asa ketika di menit 85, sang inspirator Diego Forlan justru ditarik keluar. Meski Robben nyaris menambah keunggulan setelah sempat one-on-one dengan Muslera, ternyata Uruguay justru mencetak gol hiburan di menit 91 lewat Pereira. Uruguay kembali memiliki harapan tapi kehabisan waktu. Sayang sekali, kemelut di muka gawang Belanda di last minute gagal dikonversi menjadi gol. Uruguay harus merelakan impian gelar ketiga dan terpaksa berjibaku dengan Jerman untuk perebutan posisi ketiga.


******************************

Beberapa pertandingan lain yang menurut saya berlangsung seru tapi belum masuk kategori "dramatis" adalah Afrika Selatan vs Meksiko (1-1), Pantai Gading vs Portugal (0-0), Honduras vs Chile (0-1).

Oh iya, saya juga menyadari ada beberapa tim unik di World Cup 2010. Misalnya Selandia Baru, yang menjadi satu-satunya negara yang tidak tersentuh kekalahan di World Cup kali ini. Walaupun nggak lolos putaran kedua, tapi ini termasuk luar biasa karena Selandia Baru adalah negara yang bisa dibilang dianggap paling lemah dari 32 tim lainnya. Menahan imbang Italia bisa jadi akan menjadi kisah legenda... Padahal seingat saya mereka kalah dari Indonesia di pertandingan resmi beberapa tahun lalu.

Yang unik lainnya adalah Portugal. Dari 4 pertandingan, mereka hanya mencetak gol di 1 pertandingan, yaitu lawan Korea Utara. Mereka juga sebenernya cuma kebobolan di satu pertandingan, yaitu saat lawan Spanyol. Nahasnya, satu-satunya gol yang bersarang di gawang mereka tersebut lah yang memastikan mereka gagal lolos 8 besar. Tragis.


Sedangkan Aljazair dan Honduras bisa dibilang gagal menghibur di  Piala Dunia, karena tidak mencetak satu gol pun dari tiga pertandingan.

Well, pesta telah usai. Edisi selanjutnya baru akan datang lagi 4 tahun mendatang, dimana Brazil jadi tuan rumah. Kadang saya kangen saat-saat pertandingan World Cup ada nonstop dari jam 7 malam sampai jam 4 pagi... Apa boleh buat, bulan suci udah berlalu. Yang jelas saya cukup puas dengan hiburan yang ditunjukkan oleh World Cup tahun ini (walau masih tidak seseru 3 edisi sebelumnya). Mari berharap 4 tahun lagi kita bakal disuguhi drama yang lebih seru lagi, sampai jumpa di Brazil 2014!

No comments:

Post a Comment

Silahkan tinggalkan komentar anda di sini, tidak masalah walau menggunakan ID anonymous.