Friday, November 1, 2013

Suffaco Borriello, Keberadaan Yang Seperti Angin

Marco Borriello, unsung hero bagi Roma


Tulisan ini juga saya publikasikan melalui situs Bola.Net (M. Rizqi)

AS Roma berhasil mencatatkan rekor sensasional dengan meraih 10 kemenangan beruntun di awal kompetisi berkat kemenangan 1-0 atas Chievo pada kamis malam lalu (31/10). Adalah attacante gaek, Marco Borriello yang menjadi penentu kemenangan setelah sundulan terarahnya di menit ke 67 gagal diantisipasi dengan baik oleh kiper Christian Puggioni.

Itu adalah gol pertama Borriello bagi Roma musim ini. Untuk pertama kalinya dalam 10 giornata, pria 31 tahun ini mendapatkan penghargaan yang layak dari suporter Giallorossi yang mayoritas sejak awal musim mempertanyakan ketajaman Borriello.

Namun satu hal yang seringkali luput dari perhatian penonton bahwa terlepas dari predikatnya sebagai striker mandul, sebenarnya selama ini Borriello memiliki peranan yang cukup penting dalam skema permainan Roma. Jebolan akademi AC Milan ini menjalankan tugasnya sebagai suffaco dalam taktik kreasi allenatore Rudi Garcia.

Thursday, October 10, 2013

Delusi Publik Inggris Terhadap Adnan Januzaj

Adnan Januzaj, Image by AFP
Tulisan ini pernah saya publikasikan juga melalui Bola.net

Adnan Januzaj menjadi nama yang paling ramai diperbincangkan di jagat sepakbola Eropa belakangan ini. Mulai mencuri perhatian publik berkat penampilan apiknya saat mengikuti tur Manchester United ke timur jauh, pemain yang baru berumur 18 tahun ini semakin mendapat sorotan saat bermain cemerlang di ajang Premier League.

Euforia terhadap youngster yang wajahnya sekilas mirip artis Holywood, Macaulay Culkin ini akhirnya benar-benar meledak akhir pekan lalu. Bertempat di Stadium of Light, dua gol melalui tendangan first time yang dibenamkan Januzaj ke gawang Kieren Westwood berhasil menyelamatkan tiga angka krusial bagi United sekaligus membuka mata dunia terhadap talenta yang dimiliki si pemain kidal.

Segera usai pertandingan tersebut, beragam berita mulai dari pujian dari berbagai pihak hingga rumor ketertarikan klub-klub besar Eropa terhadap eks penggawa Anderlecht tersebut beredar di media.

Namun kabar yang paling menyita perhatian adalah rencana FA untuk menarik Januzaj agar bisa tampil membela The Three Lions. Wacana ini menghiasi headline berbagai surat kabar Inggris dan memantik berbagai reaksi dari tokoh-tokoh sepakbola terkemuka di negeri tersebut. Sebut saja Roy Hodgson, David Moyes, Wayne Rooney, dan Jack Wilshere telah mengungkapkan pendapat mereka mengenai kemungkinan Januzaj membela panji Inggris.

Sah-sah saja memang publik Inggris memiliki harapan tinggi untuk 'membajak' Januzaj. Di tengah gersangnya talenta muda lokal berkualitas, serta compang-campingnya prestasi tim nasional usia muda, munculnya seorang wonderkid di Premier League yang belum pernah bermain bagi negara manapun tentu terlalu menggairahkan untuk dilewatkan.

Pemain bernomor punggung 44 ini memiliki latar belakang yang luar biasa kompleks, memungkinkannya untuk bermain bagi setengah lusin negara Eropa sekaligus. Ia saat ini mengantongi paspor Belgia karena lahir di Brussels.

Melalui riwayat orang tuanya, ia bisa memperkuat Albania dan juga Kosovo. Bahkan jika dirunut ke belakang lagi, Januzaj juga berpotensi untuk membela timnas Serbia, Kroasia, dan Turki berdasarkan darah keturunan kakeknya.

Kembali ke topik awal, yang jadi permasalahan sekarang adalah, apakah benar Januzaj bisa bermain untuk Inggris? Apakah hanya dengan bermukim di Inggris selama lima tahun, lantas Januzaj bisa bermain bagi The Three Lions? Apakah harapan Inggris untuk memiliki Januzaj hanyalah delusi semata?

Mari kita bahas satu per satu.


Tuesday, March 12, 2013

Still A Long Way To Go, Samir!

Samir Handanovic, Image by ESPNFC


Tulisan ini pertama kali saya publikasikan di footballfandom.net

Jika anda menyaksikan Derby Della Madonnina yang dihelat pada weekend kemarin, tentu anda akan mengerti kenapa Samir Handanovic disebut-sebut layak menjadi man of the match di pertandingan tersebut. Aksi heroiknya di bawah mistar dalam menahan gempuran-gempuran AC Milan—termasuk memenangkan serangkaian one on one contest melawan Mario Balotelli—menjadi faktor penting yang membuat Nerazzuri berhasil mengamankan hasil seri.

Bagi anda yang rutin mengikuti perkembangan Serie A, nama Handanovic cukup dikenal sebagai kiper jempolan sejak bermain di Udinese. Salah satu temuan brilian lainnya dari jaringan scouting Le Zebrette yang rutin merekrut talenta berkualitas dari negara-negara non mainstream untuk kemudian diasah dan dijual dengan harga yang jauh lebih tinggi. Dalam urusan scout dan margin keuntungan dari penjualan pemain, Udinese mungkin hanya kalah dari  FC Porto.

Direkrut dari Domzale dengan free transfer dan sempat disekolahkan 2 musim di Serie B, Handanovic naik menjadi kiper utama Udinese sejak tahun 2007 menggantikan Morgan De Sanctis. Keberadaannya sangat vital bagi skuat hitam putih dalam konsistensi mereka sebagai kuda hitam di Serie A dan menjadi penghuni tetap Zona Eropa. Handanovic juga menjadi pilihan utama di bawah mistar Timnas Slovenia dan bermain di putaran final World Cup 2010.

Thursday, February 21, 2013

Juventus ‘Il Gigante Buono’, Bek Sekaligus Penyerang Kelas Dunia



My tribute to John Charles
Remembrance of his 9th death anniversary
21 February 2004 – 21 February 2013
All hail The Gentle Giant, The Real Example of Fairplay

Ketika anda sedang bermain game sepakbola seperti Football Manager, Pro Evolution Soccer, ataupun FIFA, pasti ada masanya ketika anda mencapai titik jenuh untuk bermain normal dan menuruti bisikan setan untuk menciptakan pemain “sempurna” di menu edit player. Jangkung dan kekar, unggul dalam bola atas tapi sekaligus lincah dalam pergerakan. Pemain allround yang tidak hanya memiliki shooting mematikan, tapi juga jitu merebut bola dengan tackling. Sama baiknya dalam atribut menyerang dan bertahan, sehingga skill di spider diagram-nya akan terlihat penuh ke sampai sudut-sudut. 

Anda akan terus memperhatikan bagaimana pemain sintetis tersebut menjadi pahlawan yang menghancurkan tim-tim lawan dalam tiap pertandingan. Sampai pada suatu ketika anda merasa semuanya menjadi terlalu mudah dan membosankan, anda kembali ke realita bahwa pemain sesempurna itu hanya eksis dalam dunia khayalan.

Tapi tahukah anda, di sepakbola pernah memiliki satu pemain abnormal yang memiliki skill kelas dunia dalam dua posisi, bertahan & menyerang sekaligus?

Wednesday, February 13, 2013

L'Affaire VA-OM, Skandal Sepakbola Terbesar di Prancis

Marseille Golden Era

Tulisan ini pernah saya publikasikan di footballfandom.net

Tragedi Sang Raja Eropa

Olympiastadion Munich, 26 Mei 1993. Pertandingan final Liga Champions antara Olympique Marseille melawan AC Milan memasuki menit ke 43. Marseille mendapatkan sepak pojok di sisi kiri pertahanan Milan yang dieksekusi oleh legenda hidup Ghana, Abedi “Pele” Ayew. Bola dilambungkan ke tiang dekat kepada Rudi Völler yang terlepas dari penjagaan Alessandro Costacurta, namun bola terlalu tinggi bagi keduanya. Tepat di belakangnya, Basile Boli mengalahkan double marking dari Frank Rijkaard dan Franco Baresi untuk kemudian mengarahkan heading akurat ke tiang jauh. Kiper Sebastiano Rossi mati langkah, terdiam melihat bola meluncur masuk gawangnya. Lautan biru putih di stadion langsung gegap gempita menyambut gol Boli, yang menjadi gol tunggal di pertandingan tersebut.

Marseille menasbihkan diri menjadi klub Perancis pertama—dan satu-satunya—yang pernah menjadi juara Eropa. Sang legenda Didier Deschamps yang baru berusia 25 tahun juga memecahkan rekor sebagai kapten termuda yang mengangkat trofi Champions. Tengoklah nama-nama yang menghuni skuat Marseille saat itu: Fabien Barthez berdiri di bawah mistar, mungkin tidak anda kenali karena saat itu dia masih berambut. Lini belakang L’OM diisi oleh palang pintu langganan Les Bleus seperti Manuel Amoros, Jocelyn Angloma, Basile Boli, Eric De Meco, dan Marcel Desailly. Mereka memiliki midfielder sekelas Deschamps, Dragan Stojkovic, Franck Sauzee, Jean-Marc Ferreri, dan Jean-Phillippe Durand. Sedangkan trio lini depan mereka juga sangat menakutkan: Völler, Ayew, dan Alen Bokšić yang saat itu menjadi top skorer liga. Tidak ada yang meragukan kualitas tim asuhan  Raymond Goethals tersebut.

Thursday, January 31, 2013

Arnau Riera, Kisah Tragis Calon Bintang Barcelona

Arnau Riera, mantan kapten Messi & eks tandem Iniesta

Tulisan ini pertama kali saya publikasikan di footballfandom.net

Apakah yang anda pikirkan ketika mendengar kata Barcelona B? Mungkin langsung terlintas di benak anda sekelompok pemuda berbaju biru merah bertiki-taka ria di sebuah kompleks akademi sepakbola yang konon terbaik di dunia. Ya, Barcelona B adalah tahapan filter terakhir dari akademi legendaris La Masia sebelum menembus skuat utama Barcelona. Tidak perlu saya sebutkan lagi rasanya siapa saja jebolan La Masia melalui Barcelona B yang menjadi tulang punggung generasi emas Blaugrana dekade ini. Begitu berjubelnya talenta di Barcelona B, banyak di antara mereka yang tidak berhasil menembus skuat utama Barca memutuskan pindah dan menjadi pemain andalan di tim lain. Tengoklah nama-nama seperti de la Pena, Rufete, Arteta, Bojan Krkic, Luis Garcia, Thiago Motta, dan masih banyak lagi yang lain.

Memiliki Barcelona B dalam curriculum vitae seolah menjadi jaminan bahwa seorang pemain bisa bermain bola dengan benar. Tapi kadang portofolio menjanjikan dan teknik bermain yang bagus belum tentu berujung kesuksesan, nasib dan pengambilan keputusan juga sangat berpengaruh bagi karir seseorang. Coba tanyakan itu kepada Arnau Riera, pemain yang digadang-gadang sebagai salah satu alumnus terbaik Barcelona B. Arnau pernah berduet dengan Iniesta di jantung lini tengah Barcelona B dan bahkan mengkapteni Messi. Ketika dua mantan rekan setimnya tersebut berebut gelar Ballon d’Or tahun ini, Arnau di usianya yang ke 31 justru terasing memperkuat CD Manacor yang bermain di Tercera División atau divisi empat Liga Spanyol.